
Muhd Nur Sangaji. (Foto: Ist)
PALU, METROSULAWESI.NET - Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Tadulako, Muhd Nur Sangadji, menggaungkan kelorisasi kampus Tadulako. Ini bisa menjadi langkah strategis dalam menciptakan lingkungan hijau yang mendukung visi universitas sebagai pusat penelitian berbasis lingkungan bertaraf internasional.
Disebut, kelor bukan sekadar komoditas pangan, tetapi juga memiliki dampak ekologis yang signifikan.
"Berdasarkan beberapa penelitian awal, kelor memiliki kemampuan menyerap karbon dioksida hingga 20 kali lebih efektif dibandingkan tanaman lainnya," ucapnya baru-baru ini.
Hal ini menjadikan kelor sebagai solusi potensial dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca dan mendukung program perdagangan karbon global.
Dengan luasnya area kampus, Untad memiliki peluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelor yang berfungsi sebagai penyerap karbon sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi mahasiswa dan masyarakat sekitar.
"Jika proyek ini berkembang, pengelolanya bisa berasal dari kalangan mahasiswa dan alumni. Selain menciptakan lapangan pekerjaan, juga bisa menjadi solusi dalam membantu mahasiswa memperoleh penghasilan tambahan, bahkan mencegah keterlambatan pembayaran UKT," ungkap Sangadji.
Disebut, kelor memiliki nilai ekonomi yang menjanjikan. Harga daun kelor basah di pasaran berkisar Rp5.000 per kilogram, sementara kelor kering bisa mencapai Rp50.000 hingga Rp75.000 per kilogram.
Produk olahan seperti teh kelor dihargai sekitar Rp30.000 per kotak, dan kapsul kelor dapat mencapai Rp300.000 per botol. Selain itu, dengan adanya mekanisme perdagangan karbon, nilai ekologis kelor semakin meningkat sebagai aset yang dapat dikonversi menjadi kompensasi finansial bagi pelaku budidaya.
Reporter: Michael Simanjuntak
Editor: Yusuf Bj
LEAVE A REPLY