Tumpe diantarkan dari Rujab Camat Batui menuju perahu yang telah menunggu di pelabuhan. (Foto: METROSULAWESI/ Abdy Gunawan)
BANGGAI, METROSULAWESI.NET - "Tumpe" atau telur pertama Maleo, pada hari Senin, 2 Desember 2024, memulai perjalannnya menuju Kabupaten Banggai laut.
Proses pengantaran tumpe atau "Mombowa Tumpe" merupakan ritual adat yang telah berlangsung selama ratusan tahun di Kecamatan Batu, Kabupaten Banggai.
"Mombowa Tumpe bermula dari amanat Pangeran Abu Kasim agar telur maleo miliknya yang ia titipkan di Batui diantarkan padanya di Banggai Laut," sebut Ketua Lembaga Musyawarah Adat Batui, Baharudin H. Saleh.
Abu Kasim sendiri, kata Ketua Lembaga Adat, merupakan anak dari Raja Banggai, Adi Cokro dan putri kerajaan Motindok Batui, Siti Aminah. Dimana Raja Motindok pernah menghadiakan Maleo kepada Adi Cokro, dan Adi Cokro kembali memberikan maleo yang sama kepada Abu Kasim. Sepasang Maleo tersebut lalu dititipkan di Batui, karena tidak dapat bertelur di daerah selain itu.
"Mombowa tumpe melambangkan hubungan kekerabatan antara Kerajaan Banggai dan Kerajaan Motindok," jelas Baharudin H. Saleh.
Plt Camat Batui Abdul Hak B. Salam mengatakan, sehari sebelumnya, telur maleo diantar oleh masing-masing dakanyo/binsilo ke rumah jabatan camat.
"Sejatinya diantarkan ke rumah adat, tetapi saat ini rumah adat masih sementara diperbaiki," ungkapnya.
Dari amatan Metro Sulawesi, terlihat Tumpe yang berjumlah 100 butir itu, diantarkan dari rujab camat ke pelabuhan Tumpe.
Wakil Bupati Banggai, Furqanudin Masulili bersama Masyarakat Batui lain turut berjalan bersama para pengantar tumpe yang mengenakan baju adat.
Setelah tumpe diletakan dengan rapi di dalam perahu, amanat leluhur itupun diberangkatkan menuju Keraton Kerajaan Banggai, di Kabupaten Banggai laut.
Reporter: Abdy Gunawan
Editor: Syahril Hantono
LEAVE A REPLY