Home Opini Politisi Koambi-Ambi

Politisi Koambi-Ambi

Oleh Afifah Ghita Shafwah*)

190
0
Social Media Share
Politisi Koambi-Ambi

Ilustrasi. FOTO: ANTARA

Menjelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2024–2029, kita menyaksikan fenomena yang sudah biasa di dunia politik Sulawesi Tengah: para politisi yang membuat janji manis tetapi tidak realistis. Sebuah istilah untuk fenomena ini adalah "politisi koambi-ambi", yang mengacu pada politisi yang suka menipu dengan akal-akalan, bermain kata-kata, dan memanfaatkan saat-saat dalam kontestasi politik untuk menarik simpati publik tanpa menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Politik seperti ini merusak akal sehat dan merusak demokrasi itu sendiri.

Politisi Koambi-Ambi mengenakan pakaian populis dan berjanji untuk menata daerah, mengelola pemerintahan, membangun infrastruktur, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, janji-janji ini hanyalah angin lalu, diucapkan hanya untuk menarik perhatian dan suara, tanpa niat yang sebenarnya untuk mewujudkannya. Sangat sering, masyarakat, terutama orang awam, terjebak dalam buaian janji manis tanpa mempertimbangkan apakah itu benar atau tidak. Ini adalah bahaya utama dari politik Koambi-Ambi.

Dalam The Prince, Niccolò Machiavelli, mengatakan bahwa politisi sering dihadapkan pada keinginan untuk menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam politik, Machiavelli berpendapat bahwa hasil lebih penting daripada metode yang digunakan. Di tengah kebisingan politik yang penuh dengan janji palsu, rakyat terjebak dalam siklus yang sama. Mereka memilih karena keinginan mereka, bukan karena mereka memiliki visi yang kuat dan rasional, tetapi karena mereka lebih suka janji yang terlihat bagus tetapi tidak memiliki dasar. Meskipun demikian, Plato menyatakan, "Keinginan yang tak terukur mengarahkan kita pada kehancuran."

Rakyat Terkecoh Janji Kosong

Politisi Koambi-Ambi sering membuat masyarakat yang tidak terlatih untuk berpikir kritis menjadi korban janji palsu mereka. Mereka cenderung memprioritaskan janji-janji yang menguntungkan daripada rencana yang dapat dilaksanakan, yang merupakan dasar dari fenomena ini. Seringkali, orang mendukung politisi yang berbicara dengan penuh retorika tetapi tidak memberikan solusi nyata. Ini adalah apa yang John Stuart Mill sebut sebagai "tirani mayoritas", di mana banyak orang memilih janji-janji kosong daripada kebijakan yang benar-benar menguntungkan.

Politisi Koambi-Ambi memanfaatkan ketidaktahuan dan harapan besar masyarakat dengan menyebarkan visi-misi yang sulit dicapai dan menawarkan program yang tampaknya menguntungkan. Sebenarnya, janji-janji tersebut tidak memiliki dasar riset empiris yang jelas. Dalam sistem politik yang sehat, setiap tujuan yang dipromosikan harus diuji dan diterima berdasarkan dasar-dasar ilmiah dan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan, bahkan dapat diuji secara empiris.

Sebagai contoh, ketika seorang kandidat membuat janji pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, membuat janji yang melebihi kewengannya, tetapi tidak menjelaskan bagaimana berbagai kebijakan yang akan mendukung pertumbuhan tersebut, janji tersebut patut dipertanyakan. Misalnya menjanjikan pemekaran wilayah, padahal kewenangan itu menjadi kewenganan pemerintah pusat. Ironinya, janji seperti ini membuat Masyarakat yang sangat ingin daerahnya dimekarkan akan mendukungnya. Padahal "Tugas utama dari pemerintah yang baik bukanlah memberikan janji, tetapi memastikan kesejahteraan dengan tindakan nyata," kata Thomas Jefferson.

Politik Koambi-Ambi merusak tatanan demokrasi kita secara tidak langsung karena demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi masyarakat yang rasional dan bijaksana dalam memilih pemimpin. Namun, politik Koambi-Ambi justru menciptakan kondisi di mana rasionalitas masyarakat ditekan oleh janji-janji semu yang tidak memiliki dasar yang masuk akal.

Jika orang-orang tertipu oleh janji-janji manis, mereka cenderung mengabaikan kenyataan. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan provinsi kita, terutama dalam konteks Pemilihan Gubernur Sulawesi Tengah. Pemimpin yang terpilih harus dipilih dengan cermat. Jika tidak, kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan yang terpilih akan cenderung asal-asalan dan tidak direncanakan. Demokrasi yang benar adalah demokrasi yang didasarkan pada pemilihan pemimpin yang memiliki tujuan dan tujuan yang berdasarkan kenyataan, bukan angan-angan. Apalagi janji-jani adalah mimpi-mimpi kosong.

Menurut Aristoteles, "Politik adalah seni memerintah demi kepentingan masyarakat." Akibatnya, kepentingan umum yang diukur dan direncanakan harus menjadi dasar setiap kebijakan.

Menjaga Rasionalitas dan Akuntabilitas Oleh karena itu, orang-orang di Sulawesi Tengah harus mengambil keputusan politik yang lebih rasional pada pemilihan gubernur mendatang. Kita harus menghindari politisi yang hanya membuat janji yang tidak masuk akal tanpa menyertakan rencana teknokratik yang jelas. Target dan tujuan kandidat harus didasarkan pada basis perencaan dan data yang kuat, sehingga janju itu dapat divalidasi secara akademik dan praktis.

Pemimpin yang layak dipilih adalah mereka yang menawarkan solusi yang nyata dan dapat diukur, bukan hanya berbicara tentang hal-hal secara retoris dan penuh hayalamn. Setiap janji harus dapat dipertanggungjawabkan dengan data dan rencana aksi yang jelas. Hal ini penting untuk mempertahankan tingkat demokrasi kita dan memastikan bahwa pembangunan yang dipromosikan terus berlanjut.

Dalam situasi seperti ini, kita harus mengingat pernyataan Winston Churchill, "Politik adalah perjuangan dalam mengambil keputusan yang sulit, bukan memberikan janji-janji yang tidak bisa ditepati." Kita harus memilih pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan nyata, bukan sekadar pemimpin yang pandai bicara.

Menutup Pintu bagi Politisi Koambi-Ambi

Sudah saatnya kita menutup pintu bagi mereka yang hanya memperlemah demokrasi dan membodohi rakyat dengan janji palsu. Kita tidak boleh terbuai oleh retorika yang menarik, tetapi harus memilih dengan rasionalitas. Pertanyaan kritis dan perdebatan yang sehat harus digunakan untuk menguji visi misi kandidat.

Pemimpin yang layak adalah mereka yang dapat mengubah Sulawesi Tengah melalui kebijakan yang didasarkan pada keahlian teknis dan kepemimpinan yang akuntabel serta kemampuan manajerial yang handal. Jangan biarkan politisi Koambi-Ambi mengambil alih masa depan kita hanya dengan janji kosong yang tidak pernah terbukti. Sebagai masyarakat Sulawesi Tengah, kita bertanggung jawab untuk mempertahankan demokrasi dengan memilih pemimpin yang ahli dan jujur. Pilih dengan hati-hati selama pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah tahun 2024–2029.

*) Pengamat Sosial Ekonomi