Home Sulteng Serikat Nelayan: Tangkap Ikan Bukan Seperti Tangkap Ayam

Serikat Nelayan: Tangkap Ikan Bukan Seperti Tangkap Ayam

Aksi Damai di DPRD Donggala

139
0
Social Media Share
Serikat Nelayan: Tangkap Ikan Bukan Seperti Tangkap Ayam

Perwakilan Serikat Nelayan Donggala saat audience dengan DPRD dan Kepala Dinas Perikanan Donggala di ruang sidang utama DPRD Donggala, Selasa 14 Januari 2025. (Foto: METROSULAWESI/ Tamsyir Ramli)

DONGGALA, METROSULAWESI.NET - Serikat nelayan Donggala Selasa sore (14/1) menutup aksi damai dengan DPRD Donggala beserta kadis perikanan Donggala Ali Asegaf. Pada kesempatan tersebut Perwakilan Serikat nelayan diterima ketua Komisi II Alex beserta anggotanya sebagai mitra kerja dari dinas perikanan.

“Baik teman-teman nelayan silahkan sampaikan aspirasinya,” kata wakil ketua II Aziz rauf yang memimpin jalannya pertemuan tersebut.

Setelah diberikan kesempatan satu persatu nelayan Donggala mencurahkan isi hatinya di depan wakil ketua II dan anggota DPRD Donggala serta kepala dinas perikanan Donggala Ali Asegaf.

Dari persoalan VMS yang membebani nelayan, target tangkap ikan yang melebih batas kemampuan nelayan sampai dengan keinginan Nelayan Donggala agar pengelolaan PPI (pelabuhan pendaratan ikan) di Kelurahan Labuan Bajo dikembalikan ke Pemda Donggala dalam hal ini Dinas Perikanan Donggala.

“Sebelum ada alat VMS, dulu kami disuruh pakai alat Radiometik harganya Rp4 juta itu alat dipasang di kapal nelayan tidak dipakai juga cuma rusak di kapal itu. Kami nelayan dibodohi terus. Ini disuruh pasang alat VMS harga Rp15 juta, pajak Rp8 juta” kata Kamaludin, nelayan Donggala.

“Pak tolong juga perhatikan regulasi pajak hasil penangkapan ikan yang spertinya dibuat-buat, karena jika setoran pajak kami tidak sampai 75% per tahun kami dipersulit di persoalan administarsi kalau mau turun melaut atau perpanjang surat-surat kapal, masa kami nelayan harus bisa tangkap ikan lebih dari 40 ton per tahun. Kalau Allah sudah kasi kita rejeki hanya 40 ton, lantas pemerintah suruh lebih, ikan dari mana kami mau tangkap, kalau bapak tidak percaya susahnya tangkap ikan, mari sama-sama kita turun ke laut,” tutur Kalam Indra yang juga nelayan Donggala.

Pernyataan dua nelayan Donggala tersebut kemudian ditambah lagi dengan argumen korlap Serikat Nelayan Donggala, Marman yang memperjelas terkait pajak penangkapan ikan yang dipatok oleh pemerintah propinsi/pusat untuk nelayan Donggala sebesar 75% per tahun.

“Begini pak dalam satu bulan nelayan turun melaut sampai empat kali, bisanya dalam satu tahun kami hanya dapat 32 ton, kami dibebankan 75%, artinya sekitar 85 ton/tahun harus bisa kami penuhi. Jika gagal kami nelayan kena cas Rp14 juta/tahun, kalau tidak sampai target pajak itu tadi dikasi susah urus surat-surat. Tangkap ikan ini bukan seperi tangkap ayam, sedangkan ayam hutan susah ditangkap,” bebernya.

Menanggapi keluhan nelayan ketua Komisi II Alex memerintahkan kadis perikanan Ali Asegaf untuk intens mengurus kepentingan nelayan.

“Pak kadis perikanan kita harus bertemu Dirjen Perikanan, apa yang disampaikan nelayan menjadi catatan khusus termasuk pajak penagkapan ikan dalam satu tahun 75 persen. Kami Komisi II akan mendampingi pak kadis Perikanan sebagai penguatan” kata Alex.

“DPRD menolak VMS, kami menerima VMS jika Dirjen Kementerian menggratiskan alat tersebut beserta pajaknya, memang ini proyek kementerian dan pasti juga ada sisi positifnya,” tutupnya.

Setelah itu dilanjutkan pembuatan surat rekomendasi DPRD Donggala yang menolak pengadaan alat VMS dan surat rekomendasi teresebut ditanda tangani pimpinan DPRD serta perwakialn serikat nelayan Donggala,

Dan surat rekomendasi itu dijadiakan dasar penolakan alat VMS ke pemerintah propinsi dan pusat melalui kementerian kelautan.

Reporter: Tamsyir Ramli
Editor: Udin Salim