Home Opini Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Oleh Afifah Ghita Shafwah *)

209
0
Social Media Share
Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Calon Gubernur Sulteng H Ahmad Ali melambaikan tangan sesaat tiba di lokasi kampanye di kelurahan Poboya.

Di bawah cahaya bulan yang tak ingin terbenam di langit Poboya, Kota Palu, Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri melangkah dengan satu tekad besar: mengembalikan harapan baru rakyat Sulawesi Tengah ke pangkuan mereka. Pada malam Sabtu (6/10/2024) itu, kampanye dialogis Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Periode 2024-2029. Mereka lakukan bukanlah sekadar janji politik biasa. Lebih dari itu, kampanye ini adalah panggilan, sebuah kerinduan yang mendalam untuk menjadikan rakyat kembali sebagai penguasa di tanah kelahiran mereka sendiri, menolak dikesampingkan di tanah yang telah diwariskan kepada mereka dari generasi ke generasi.

"Kita ingin menyambut siapa pun yang datang ke negeri ini, tapi tolong jangan abaikan kami karena kami juga ingin hidup di sini," ujar Ahmad Ali dengan suara lantang yang menggema ke hati setiap warga yang hadir. Pernyataan ini bukan sekadar retorika belaka. Ini adalah pantulan dari sejarah panjang ketidakadilan yang sering kali menimpa masyarakat local yang disingkirkan atau tersingkirkan di negeri sendiri. Mengutip Frantz Fanon, "Setiap generasi harus menemukan misinya, mengisinya atau mengkhianatinya." Dan tampaknya, Ahmad Ali telah menemukan misinya: memastikan rakyat Sulawesi Tengah tidak hanya menjadi penonton dalam pembangunan yang terus mengalir deras.

Tak bisa dipungkiri, rakyat Sulawesi Tengah seharusnya tidak hanya menjadi penonton dalam panggung ekonomi. Di wilayah yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari tambang emas hingga lahan subur untuk pertanian dan kelautan, Ahmad Ali mengimpikan agar rakyat Sulawesi Tengah tak lagi menjadi pelayan di tanah sendiri. Jean-Jacques Rousseau pernah berkata, "Manusia dilahirkan bebas, namun di mana-mana ia terbelenggu." Ahmad Ali mengajak rakyat untuk sabar menghadapi tantangan yang ada, namun sabar yang berlarut-larut bukanlah solusi. Pemerintahan yang adil dan bijaksana harus hadir, bukan menindas dengan tangan besi.

“Kami tidak ingin pemerintahan yang selalu menyuruh rakyatnya bersabar terus-menerus, apalagi sampai memerintahkan aparat untuk menindak rakyat dengan kekerasan,” tegas Ahmad Ali dengan nada yang tak bisa dibantah. Pernyataan ini mencerminkan semangat perlindungan dan keberpihakan pada rakyat kecil yang sering menjadi korban kebijakan represif. Seperti yang dikatakan Leo Tolstoy, "Kekuasaan seharusnya bukan untuk ditaati, melainkan untuk melindungi." Inilah inti dari visi besar Ahmad Ali: kekuasaan harus melayani, bukan menindas.

 

Investasi yang Pro-Rakyat

Di setiap langkah kampanye Ahmad Ali, tersirat pesan tentang ekonomi yang inklusif, yang berpihak kepada pelaku UMKM dan masyarakat kecil. “Kami ingin investasi yang membawa manfaat bagi rakyat,” katanya dengan jelas. Di tengah arus globalisasi yang menghantam sendi-sendi ekonomi lokal, kita diingatkan akan ucapan John Stuart Mill, "Ekonomi yang sehat adalah ekonomi yang mengedepankan kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan hanya segelintir elit."

Ahmad Ali tampaknya menyadari bahwa ekonomi tidak hanya soal pertumbuhan angka-angka, tetapi bagaimana angka tersebut diterjemahkan menjadi kesejahteraan nyata bagi masyarakat. Tanpa keadilan, investasi hanya akan menjadi bentuk penjajahan baru. Ahmad Ali ingin rakyat Sulawesi Tengah menjadi bagian dari arus ekonomi, bukan sekadar objek pembangunan.

 

Perlindungan Rakyat Prioritas Utama

Ahmad Ali menegaskan bahwa pemerintahan yang ideal adalah pemerintahan yang melindungi rakyat tanpa menggunakan kekerasan atau tindakan represif. “Apapun kesalahan rakyat, mereka tetaplah rakyatmu,” ujarnya dengan penuh empati. Dalam pandangannya, pemerintah adalah pengayom, bukan pelaksana hukuman. Mahatma Gandhi pernah mengatakan, "Kekerasan tidak pernah membawa kebaikan yang sejati." Ahmad Ali menekankan bahwa kekuatan sebuah pemerintahan bukan diukur dari senjata, tetapi dari keadilan yang ditegakkan tanpa kekerasan.

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi Sulawesi Tengah, mulai dari konflik agraria hingga sengketa lahan tambang, visi Ahmad Ali menawarkan harapan baru. Dengan pendekatan dialogis dan humanis, ia ingin memastikan masa depan provinsi ini tidak dibangun di atas derita rakyatnya.

Sebagai calon Gubernur Sulawesi Tengah, Ahmad Ali tidak hanya berbicara tentang visi ekonomi. Ia juga menyinggung soal hak asasi, martabat, dan bagaimana rakyat Sulawesi Tengah bisa menjadi penguasa di rumah mereka sendiri. Simone de Beauvoir pernah berkata, "Kebebasan sejati hanya bisa dicapai ketika individu diakui haknya untuk menentukan nasibnya sendiri." Begitu pula dengan visi besar Ahmad Ali, yang tidak hanya soal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga soal bagaimana rakyat bisa memiliki kendali penuh atas masa depan mereka, tanpa takut terpinggirkan oleh derasnya arus globalisasi.

Ketika Ahmad Ali menyuarakan keinginannya agar rakyat Sulawesi Tengah menjadi tuan di tanah sendiri, ia berbicara dari hati. Ia berharap provinsi ini bisa bangkit dengan martabat. Ahmad Ali ingin Sulawesi Tengah tidak hanya menjadi ladang bagi investor asing tanpa ada kesejahteraan yang kembali ke rakyat lokal.

Harapan Baru Menuju Kemandirian

Kampanye dialogis yang digelar pada malam itu lebih dari sekadar ajang politik. Ia adalah gerakan moral untuk membangkitkan rakyat Sulawesi Tengah. Ahmad Ali bermimpi tentang masa depan di mana rakyatnya bukan lagi penonton, tetapi pelaku utama. Nelson Mandela pernah berkata, "Kebesaran manusia terletak bukan pada tidak pernah jatuh, tetapi pada kemampuan bangkit setiap kali kita jatuh." Dan inilah yang sedang diperjuangkan oleh Ahmad Ali: membangkitkan rakyatnya agar mereka berdiri tegak sebagai penguasa di tanah mereka sendiri.

Dengan visi yang besar, hati yang penuh empati, dan pandangan yang jelas tentang masa depan, Ahmad Ali yakin bahwa Sulawesi Tengah dapat menjadi lebih dari sekadar provinsi yang kaya sumber daya alam. Provinsi ini dapat menjadi rumah bagi rakyatnya, tempat di mana setiap individu memiliki peran dalam membangun masa depan yang lebih baik. "Pada akhirnya, negeri ini milik kita, dan kita harus menjadi penguasa di dalamnya," tutup Ahmad Ali, diiringi gemuruh sorak-sorai dan tepuk tangan dari warga yang hadir, membawa pulang harapan baru yang menyala.

*) Pengamat Sosial Ekonomi