Home Opini 23,6 Persen Belanja Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Perjalanan Dinas

23,6 Persen Belanja Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Perjalanan Dinas

Oleh Moh. Ahlis Djirimu*

398
0
Social Media Share
23,6 Persen Belanja Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim  Bagi Perjalanan Dinas

Moh. Ahlis Djirimu, Associate Professor FEB-Untad. FOTO: UDIN SALIM/METROSULAWESI

BELANJA mitigasi dan/atau penanganan perubahan iklim telah tersalurkan sekitar Rp2,95,- miliar selama Januari-Mei 2024. Hal ini dilakukan karena selama satu dekade, suhu di Sulteng mengalami kenaikan sebesar 1,2 derajat Celcius. Pemerintah melakukan re-focussing anggaran pada 2024 sehingga berdampak terhadap menurunnya pagu belanja terkait perubahan iklim. Belanja tematik Mitigasi Perubahan Iklim mengalami penurunan pagu sebesar 83,8 persen pada 2024 namun kecepatan penyerapannya tercatat lebih baik. Belanja Adaptasi Perubahan Iklim mengalami kenaikan pagu yang cukup signifikan sekitar 7 kali lipat dari Tahun 2023.

Alokasi TKD di Tahun 2024 atas bidang terkait adaptasi perubahan iklim menunjukkan adanya penurunan terlepas dari peningkatan pagu DAK Fisik. Selain DAK Fisik, alokasi anggaran TA 2024 DAK Non Fisik terkait Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian menunjukkan penurunan sebesar 15,9 persen (yoy). Dalam rangka mitigasi dampak perubahan iklim atas sektor perekonomian di Sulteng, khususnya agrikultur, dapat dilaksanakan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, Penggeseran pagu belanja APBN terkait menjadi TKD sehingga pemda dapat memanfaatkannya sesuai dengan kondisi di lapangan;

Kedua, Penguatan belanja untuk rehabilitasi kerusakan akibat industri ekstraksi; Ketiga, Penguatan kualitas belanja modal penunjang sektor pertanian termasuk dalam kepastian capaian outcome atas belanja yang terealisasikan. Penambahan daerah kepulauan Banggai Laut, Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una sebagai acuan perhitungan harga sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Nilai Tukar Petani (NTP), serta Nilai Tukar Nelayan (NTN).

Inisiatif perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hijau baik di tingkat Provinsi Sulteng maupun pada 13 kabupaten/kota yang tentu saja memperhitungkan kerusakan ekosistem hutan dan perairan. Konektivitas Infrastruktur yang Terintegrasi: Membangun konektivitas antara Jalan Nasional dan 10 infrastruktur lainnya seperti pelabuhan laut, pelabuhan penyebrangan, dan terminal sangat diperlukan untuk memperlancar distribusi logistik, terutama komoditas pangan dan hortikultura. Keterhubungan infrastruktur akan mempercepat arus barang dari satu wilayah ke wilayah lain, mengurangi hambatan geografis, dan menekan biaya distribusi. Ini sangat penting di Sulteng yang memiliki tantangan geografis dan kesulitan akses pada beberapa daerah terpencil. Peningkatan konektivitas juga membantu pengendalian harga komoditas, yang dapat mencegah inflasi. Penguatan Infrastruktur dan Program Ekonomi Dasar: Infrastruktur jalan dan jembatan yang kuat akan meningkatkan akses distribusi pangan dan hortikultura antar kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, mengurangi volatilitas harga pangan, dan menurunkan tingkat kemiskinan akibat masalah pangan. Dengan melibatkan BUMD dan menciptakan depot logistik daerah, stabilitas harga pangan dapat dijaga, sehingga membantu masyarakat yang rentan terhadap perubahan harga bahan pokok.

Penguatan program ekonomi dasar melalui regulasi daerah ini akan meningkatkan kemandirian ekonomi lokal dan daya saing daerah. Local Tax Ratio (LTR) Sulteng pada semester 1 2024 berada di tingkat 0,37 persen. Penguatan LTR menjadi satu dari lima pilar arsitektur implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Percepatan Pendaftaran Kontrak TA 2024: Percepatan pendaftaran kontrak di sektor transportasi dan infrastruktur oleh Kemenhub dan KemenPUPR akan memastikan kelancaran pelaksanaan proyek pembangunan yang berdampak langsung pada peningkatan aksesibilitas dan kualitas infrastruktur. Ini penting untuk menjaga momentum pembangunan dan mencegah keterlambatan penyelesaian proyek. Indeks Kesulitan Geografis (IKG) sebagai Panduan: Data IKG menunjukkan pentingnya fokus pada desa-desa dengan tingkat kesulitan akses yang tinggi. Solusi ini penting untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar desa dan meningkatkan akses pelayanan dasar serta infrastruktur di daerah yang terisolasi. Meningkatkan infrastruktur di desa-desa dengan IKG tinggi akan mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan memperbaiki kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Pengurangan Desa Blank-Spot: Mengatasi masalah desa blank-spot di Sulteng, terutama di Kabupaten Banggai, adalah krusial untuk meningkatkan konektivitas dan akses informasi di daerah terpencil. Akses internet yang lebih baik akan mendukung berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, serta mempercepat digitalisasi layanan publik yang efisien. Mitigasi Perubahan Iklim: Alokasi belanja untuk mitigasi perubahan iklim penting dilakukan mengingat kenaikan suhu di Sulteng sebesar 1,2 derajat Celcius dalam satu dekade terakhir. Solusi mitigasi yang tepat akan mengurangi dampak negatif perubahan iklim, terutama pada sektor pertanian yang sangat terdampak oleh perubahan iklim ekstrem seperti kekeringan atau banjir. Penguatan anggaran adaptasi perubahan iklim juga diperlukan untuk membantu daerah-daerah yang rentan.

Penguatan TKD dan DAK: Pengalihan belanja terkait perubahan iklim ke Transfer ke Daerah (TKD) memungkinkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan anggaran dengan kebutuhan spesifik lokal terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Penguatan belanja untuk rehabilitasi kerusakan akibat industri ekstraktif akan melindungi lingkungan dan ekonomi masyarakat setempat dari kerusakan jangka panjang. Asistensi secara aktif dan kontributif kepada Pemda se-Sulawesi Tengah. Hal ini mungkin memerlukan waktu dan tenaga yang cukup tinggi karena sebaran lokasi pemda. Penguatan SDM pengelola keuangan Pemda lewat bimtek/sosialisasi/sebagainya. Pendampingan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran, Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), RAPBD, DPA dan RKA.

Penyelarasan KUA PPAS dengan Kebijakan Ekonomi Makro Pokok-Pokok kebijakan Fiskal Regional Sulawesi (KEM PPKF Regional). Integrasi Bagan Akun Kementrian/Lembaga dan Bagan Akun Daerah melalui Surat Edaran Bersama Kementrian Keuangan dan Kementrian Dalam Negeri. Integrasi Neraca Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Bersama Negara Bank Indonesia menjadi Neraca Negara. Insisasi penambahan perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK), NTP dan NTN pada tiga daerah kepulauan yaitu Banggai laut, Banggai Kepulauan, dan Tojo Una-Una. Inisiasi PDRB hijau yaitu PDRB yang memperhitungkan kerusakan lingkungan sebagai implementasi Indikator Kinerja Utama (IKU) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.

*) Staf Pengajar FEB-Untad dan Local Expert Sulteng merangkap Regional Expert Sulawesi Kementerian keuangan R.I

tengah 1