Home Opini Ahmad Ali dan Harapan Baru Pendidikan

Ahmad Ali dan Harapan Baru Pendidikan

Oleh Afifah Ghita Shafwah *)

433
0
Social Media Share
Ahmad Ali dan Harapan Baru Pendidikan

Calon Gubernur Sulteng saat tiba di lokasi kampanye dialogis di Desa Kayu Agung, Kecamatan Mepanga, Parigi Moutong, Selasa 8 Oktober 2024. FOTO: AMC

DALAM perjalanan kampanye politiknya, Ahmad Ali, calon gubernur Sulawesi Tengah, memancarkan visi besar untuk perubahan di Bumi Tadulako. Parigi Moutong, salah satu kabupaten yang menjadi basis pendukung setianya, telah lama menyaksikan tekadnya dalam memperjuangkan nasib masyarakat. Di Desa Sinei, Kecamatan Tinombo Selatan, pada tanggal 7 Oktober 2024, Ahmad Ali menegaskan niatnya yang mulia: membangun sekolah vokasi. Bukan hanya sebuah janji kosong, namun sebagai upaya konkret dalam mengangkat sumber daya manusia (SDM) di daerah ini, terutama mereka yang selama ini menggantungkan hidup dari laut sebagai nelayan.

Sekolah vokasi ini dirancang bukan hanya untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten di bidang perikanan dan kelautan, tetapi juga untuk mengubah paradigma masyarakat. Selama ini, mayoritas nelayan di Parigi Moutong hanya memanfaatkan hasil tangkapan mereka untuk kebutuhan sehari-hari. Ahmad Ali menginginkan hal lebih dari itu—menciptakan kesejahteraan jangka panjang melalui pengelolaan hasil kelautan yang lebih profesional dan berorientasi pada ekonomi berkelanjutan.

Filosof John Dewey pernah berkata, “Education is not preparation for life, education is life itself.” Pandangan ini sejalan dengan visi Ahmad Ali. Baginya, pendidikan bukan hanya sarana untuk mendapatkan pengetahuan, tetapi adalah jalan untuk mengubah hidup masyarakat Parigi Moutong. Ia menyadari bahwa dengan membekali anak-anak muda dengan keterampilan vokasional, mereka tidak hanya akan mampu memanfaatkan potensi sumber daya laut, tetapi juga akan menjadi agen perubahan dalam membangun ekonomi lokal yang lebih tangguh.

Pendidikan sebagai Pilar Kesejahteraan

Pendidikan merupakan kunci dalam mengatasi kemiskinan, ketertinggalan, dan ketidakberdayaan ekonomi. Hal ini senada dengan pemikiran Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan yang terkenal dengan konsep "pedagogy of the oppressed". Freire meyakini bahwa pendidikan harus menjadi alat pembebasan, bukan sekadar instrumen reproduksi ketidakadilan. Dalam konteks Parigi Moutong, pendidikan vokasi yang digagas Ahmad Ali diharapkan menjadi sarana untuk membebaskan masyarakat dari siklus kemiskinan yang membelenggu, dengan memberikan kemampuan teknis dan manajerial dalam mengelola potensi alam yang melimpah.

Tidak mengherankan jika Ahmad Ali dielu-elukkan sebagai sosok yang membawa harapan baru. Dalam setiap kontestasi pemilihan, Parigi Moutong telah menjadi medan juang yang mengukuhkan posisinya sebagai wakil rakyat yang dicintai. Sejak dua kali pemilihan anggota DPR RI, ia selalu berhasil meraih suara terbanyak dari wilayah ini. Kepercayaan yang diberikan masyarakat menjadi modal utama bagi Ahmad Ali dalam melanjutkan misinya.

Namun, lebih dari sekadar statistik politik, kecintaan Ahmad Ali terhadap Parigi Moutong berakar pada pemahamannya akan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. Baginya, membangun sekolah vokasi bukan sekadar janji politik, tetapi tanggung jawab moral untuk memajukan daerah yang selama ini memberikan dukungan terbesar dalam karier politiknya.

Mengubah Laut Menjadi Sumber Kemakmuran

Selama ini, laut dan hasil kelautan belum dimaksimalkan sebagai sumber ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Nelayan di Parigi Moutong, misalnya, lebih sering memandang hasil tangkapan mereka sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan sebagai aset yang bisa dikelola dan dipasarkan secara profesional. Visi Ahmad Ali adalah mengubah hal ini melalui pendidikan yang tepat.

"An investment in knowledge pays the best interest," demikian ungkap Benjamin Franklin. Ucapan ini relevan dalam konteks pembangunan sekolah vokasi yang direncanakan Ahmad Ali. Dengan memberikan investasi berupa pendidikan yang berkualitas, hasil jangka panjangnya akan berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sekolah vokasi ini diharapkan mampu menciptakan generasi yang tidak hanya terampil dalam menangkap ikan, tetapi juga mampu mengolah, mengemas, dan memasarkan hasil laut mereka hingga ke pasar global.

Harapan Masyarakat Parigi Moutong

Masyarakat Parigi Moutong telah lama menanti sosok pemimpin seperti Ahmad Ali. "Sudah lama warga Parigi Moutong menunggu, akhirnya bapak maju jadi gubernur. Ini calon gubernur yang kami tunggu," begitu suara masyarakat yang menggema saat kampanye dialogis di Desa Sinei. Harapan mereka bukan tanpa alasan, Ahmad Ali telah terbukti sebagai pemimpin yang memahami betul kebutuhan dan tantangan yang dihadapi daerah ini. Dengan latar belakang yang kuat dalam memperjuangkan kepentingan rakyat di tingkat nasional, Ahmad Ali diyakini mampu membawa perubahan yang signifikan bagi daerah ini.

Visinya untuk membangun sekolah vokasi di Parigi Moutong merupakan langkah awal yang konkret dan berjangka panjang. Melalui pendidikan yang berbasis pada keterampilan praktis dan pengelolaan sumber daya lokal, Ahmad Ali ingin menciptakan generasi yang mandiri dan mampu bersaing di pasar global. Harapan masyarakat ini selaras dengan pandangan filsuf Yunani kuno, Plato, yang menyatakan bahwa "The direction in which education starts a man will determine his future in life." Dengan arah yang tepat, pendidikan vokasi yang dibangun Ahmad Ali akan menjadi penentu masa depan cerah bagi masyarakat Parigi Moutong. Dalam pandangan dunia pendidikan modern, pentingnya pendidikan vokasional diakui sebagai kunci dalam mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten dan siap menghadapi tantangan global. Di sinilah peran Ahmad Ali sebagai pemimpin yang visioner dibutuhkan. Ia tidak hanya melihat pendidikan sebagai instrumen untuk meningkatkan keterampilan, tetapi juga sebagai cara untuk memberdayakan masyarakat dan menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Menatap Masa Depan dengan Optimisme

Ahmad Ali tidak hanya berbicara tentang visi, tetapi ia telah menanamkan harapan di hati masyarakat. Dengan rencana membangun sekolah vokasi di Parigi Moutong, ia menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama nelayan yang selama ini merasa terpinggirkan dari arus pembangunan. Dalam perjalanan panjangnya menuju kursi gubernur Sulawesi Tengah, Ahmad Ali telah membuktikan bahwa ia adalah pemimpin yang tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak.

Pendidikan, sebagaimana yang disampaikan oleh Nelson Mandela, adalah "the most powerful weapon which you can use to change the world." Ahmad Ali tampaknya memahami betul makna ini. Dengan langkah awal membangun sekolah vokasi, ia berharap dapat mengubah dunia Parigi Moutong dan Sulawesi Tengah menjadi lebih baik. Masyarakat kini menatap masa depan dengan penuh optimisme, karena mereka percaya, bersama Ahmad Ali, mereka akan menjadi tuan di negeri sendiri.

*) Pengamat Sosial Ekonomi

tengah 1