Home Opini Minimnya Keterpilihan Caleg Perempuan di DPRD Kota Palu

Minimnya Keterpilihan Caleg Perempuan di DPRD Kota Palu

Oleh: Fery, S.Sos., M.Si*

929
0
Social Media Share
Minimnya Keterpilihan Caleg Perempuan di DPRD Kota Palu

Fery, S.Sos., M.Si, Wakil Ketua PWI Sulteng/Dosen Unismuh Palu. FOTO: DOK PRIBADI

UNDANG-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah mengatur kebijakan 30 persen kuota Perempuan dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPR dan DPRD. Termasuk mengatur posisi nomor urut yang mewajibkan Perempuan di salah satu nomor pada urutan 1-3, 4-6, 7-9, dan seterusnya.

Namun kenyataannya, tingkat keterpilihan perempuan masih minim. Bahkan di DPRD Kota Palu, tidak mencapai 30 persen perempuan yang terpilih di parlemen. Dari 35 kursi yang diperebutkan, kaum perempuan hanya berhasil merebut 8 kursi atau sekitar 23 persen saja. Padahal tingkat partisipasi pemilih perempuan cukup tinggi.

Dalam norma UU nomor 7/2017 Tentang Pemilu, Pasal 245 berbunyi: Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 % (tiga puluh persen). Selanjutnya, Pasal 246 berbunyi: ayat (1) Nama calon dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 disusun berdasarkan nomor urut.  Ayat (2) Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) orang perempuan bakal calon.

Seolah terjadi “pemaksaan” bagi kaum Perempuan menjadi wakil rakyat, sehingga sejumlah Parpol berusaha maksimal untuk mencari Perempuan guna mengisi slot-slot Caleg dalam rangka memenuhi kuota Perempuan sesuai dengan perintah undang-undang tersebut. Padahal, seharusnya, para caleg perempuan tidak boleh hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi syarat di atas kertas.

Keberadaan caleg Perempuan dalam daftar calon tetap mestinya sungguh-sungguh untuk memperjuangkan keterpilihan perempuan di lembaga legislatif, baik di pusat maupun di daerah. Dengan demikian, para wakil rakyat dari kaum Perempuan dapat menjadi perwakilan publik Perempuan untuk memperjuangkan hak-hak Perempuan dalam melahirkan produk-produk hukum yang berpihak pada Perempuan.

Di Kota Palu, ternyata jumlah pemilih Perempuan lebih banyak dibanding pemilih lakilaki. Pada Pemilu 2024 ini, jumlah pemilih Perempuan, yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap yaitu 138.273 pemilih (51 persen). Sementara Lakilaki sebanyak 132.851 pemilih (49 persen). Untuk tingkat partisipasi pemilih Perempuan di Kota Palu juga tinggi yaitu 78,91 persen dari DPT atau sekitar 109.114 perempuan Kota Palu menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon anggota DPRD Kota Palu.

Meskipun jumlah Caleg Perempuan yang terpilih di DPRD Kota Palu hanya 8 orang, tetapi di Dapil II (Palu Utara-Tawaeli), semua caleg terpilih adalah Perempuan. Di dapil tersebut, para caleg  memperebutkan 4 kursi. Dan hasilnya 4 kursi tersebut semuanya didapatkan oleh Caleg Perempuan. Yaitu Ulfa, caleg PKS yang menjadi pemilik kursi pertama dengan perolehan 2.174 suara dari total suara PKS sebanyak 5.414 di dapil tersebut.

Kemudian kursi kedua milik Vivi, Caleg Gerindra dengan perolehan suara 1.220 dari total suara Gerindra 3.669 suara di dapil tersebut. Lalu kursi ketiga, diraih oleh Partai Hanura atas nama Rustia Tompo dengan torehan suara 925 dari 2.703 suara milik Partai Hanura di dapil tersebut. Dan kursi terakhir, diisi oleh Mutmainah Korona, caleg Partai Nasdem dengan perolehan suara 743 dari total suara Nasdem 2.463 di dapil II tersebut.

Sementara di Dapil I (Palu Timur-Mantikulore) dari 11 kursi yang diperebutkan, hanya 1 kursi yang diraih oleh Perempuan yakni atas nama Rini Haris, caleg PAN yang memperoleh 1.771 suara dari total 4.631 suara PAN di Dapil I tersebut.

Di dapil III (Tatanga-Palu Selatan), dari 12 kursi yang diperebutkan, kaum Perempuan berhasil menyabet 3 kursi yakni Rezki Hardianti R. Pakamundi, Caleg Demokrat yang meraih 2.521 suara dari total suara Demokrat di dapil III sebanyak 6.927 suara. Kemudian disusul oleh Ratna Mayasari Agan, caleg PAN dengan perolehan suara sebanyak 1.974 dari total suara PAN sebanyak 3.162 di dapil III tersebut.

Caleg Perempuan lainnya yang bakal melanggeng ke DPRD Kota Palu dari dapil III adalah Anna Fatima Zukhra, caleg Hanura dengan perolehan suara sebanyak 823 suara dari total suara Partai Hanura di dapil III sebanyak 3.440 suara. Hanya di Dapil IV (Palu Barat- Ulujadi) saja, dari 8 kursi diperebutkan, tidak satupun caleg Perempuan yang terpilih.

Para caleg Perempuan terpilih ini berasal dari PAN 2 orang, Partai Hanura 2 orang, PKS 1 orang, Partai Gerindra 1 orang, Partai Nasdem 1 orang, dan Partai Demokrat 1 orang.

Lalu, seberapa besar pengaruh partisipasi pemilih Perempuan terhadap keterpilihan caleg Perempuan. Ternyata hal ini tidak cukup berpengaruh besar. Modal sebagai Perempuan berdasarkan jenis kelamin, tidaklah cukup meyakinkan pemilih perempuan untuk memilih caleg Perempuan. Karena kenyataannya, partisipasi pemilih Perempuan sebanyak 78.91 persen, tidak memberi pengaruh keterpilihan Perempuan di DPRD Kota Palu. Lebih banyak Perempuan memilih caleg dari kaum Lakilaki, dengan alasan lebih mengenal Caleg Lakilaki dibanding caleg Perempuan.

Alasan lainnya, Caleg Perempuan belum memberikan isu atau aktivitas penting terkait perjuangan Perempuan dalam parlemen. Aksi parlemen Perempuan, belum terlihat dapat mengakomodir publik Perempuan dengan kebijakan-kebijakan yang dikhususkan untuk membela hak-hak dan kepentingan Perempuan secara umum. Regulasi tentang Perempuan yang dihasilkan melalui produk DPRD Kota Palu belum diketahui secara luas oleh publik perempuan Kota Palu.

Publik perempuan Kota Palu masih mengharapkan agar anggota DPRD dari kaum Perempuan, perlu membuktikan diri bahwa kaum perempuan yang diwakilinya dapat memperoleh sesuatu yang akan membuat perbedaan. Isu-isu seperti kekerasan terhadap perempuan, penyediaan penitipan anak, keamanan bagi perempuan, kesetaraan gender, pernikahan dini, stunting, dan pekerja anak menjadi isu penting untuk terus diperjuangkan oleh caleg Perempuan saat duduk di DPRD Kota Palu.

Dapat disimpulkan bahwa minimnya keterpilihan Perempuan di DPRD Kota Palu ini, disebabkan oleh: pertama, tingkat keterkenalan caleg perempuan bersama programnya masih rendah. Kedua, aksi parlemen Perempuan belum terlihat. Dan ketiga, anggota DPRD dari kaum Perempuan belum membuat perbedaan dengan kaum Lakilaki.(*)

(* Penulis adalah Dosen UNISMUH Palu/Wakil Ketua PWI Sulteng)

tengah 1