Home Sulteng Fasilitas Mewah dengan Beasiswa Penuh, Semua Ditanggung Yayasan

Fasilitas Mewah dengan Beasiswa Penuh, Semua Ditanggung Yayasan

Mengenal Lebih Jauh Pondok Pesantren Tahfidz Quran Milik Yayasan ICI di Sigi

1,319
0
Social Media Share
Fasilitas Mewah dengan Beasiswa Penuh, Semua Ditanggung Yayasan

Pondok Pesantren Tahfidz Quran milik Yayasan ICI tampak dari atas. Foto kanan: Kepala Pondok Pesantren ICI, Wildan Abdul Malik LC MSi. (Foto: ISTIMEWA)

Gedung-gedung berwarna putih nan mewah berjajar rapi. Angin sepoi-sepoi berhembus kulit. Dari kejauhan terdengar suara siswa sedang belajar berbahasa Arab. Begitulah suasana dan pemandangan tiap hari yang terjadi di Pondok Pesantren Insan Cita Indonesia (PPICI). Pesantren ini dibiayai oleh H Ahmad Ali SE dan istrinya Dr Hj Nilam Sari Lawira selaku pembina Yayasan ICI.  

PPICI yang terletak di Desa Kotarindau, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi dibangun di atas lahan seluas 6 hektar pada April 2021. PPICI mulai beroperasi pada April 2022, dengan menawarkan program pendidikan setara SMA dengan masa belajar selama 4 tahun.

PPICI adalah salah satu pesentren terbaik di Sulawesi. Fasilitas yang ada di dalamnya termasuk fasilitas mewah. Tenaga pengajarnya pun berasal dari lulusan universitas terbaik dari Madinah. Salah satu fokus utama pesantren ini adalah pembelajaran tahfidz Qur’an, untuk menciptakan lulusan penghafal Qur’an.

Di usianya memasuki tahun ketiga, telah banyak pimpinan pesantren datang studi banding mempelajari kemajuan Pondok Pesantren Insan Cita Indonesia,. Satu hal yang mengagumkan para pelajar di Pondok Pesantren Insan Cita Indonesia, sebagian besar dari alumni universitas terbaik di Madinah.

Yang menarik, pesantren ini sama sekali tidak memungut biaya dari santri-santrinya. Semua biaya operasional pesantren ditanggung penuh oleh H Ahmad Ali dan istrinya Nilam Sari Lawira.

“Ini pesantren luar biasa. Saya hitung-hitung, karena di sini anggaran makannya anak itu Rp900 ribu per bulan per anak. Semuanya dibayar oleh pak Ahmad Ali,” kata Kepala Pondok Pesantren ICI, Wildan Abdul Malik LC MSi.

“Jadi kami betul-betul happy karena kami tidak lagi berurusan dengan pembayaran siswa atau uang pendaftaran. Tidak ada. Semuanya ditangani oleh yayasan,” tambah Wildan.

Wildan mengatakan, seluruh kebutuhan keseharian seluruh siswa yang ada di PPICI, dianggarkan oleh Ahmad Ali.

“Jadi luar biasa ini amal baiknya pak Ahmad Ali, mudah-mudahan Allah SWT terima, karena ada pesantren gratis dan dikelola secara profesional,” kata Wildan.

Operasional pesantren dalam satu bulan kurang lebih mencapai tidak kurang dari Rp350 juta sampai Rp400 juta sebulan. Total biaya dalam setahun tidak kurang dari Rp5 miliar.

“Itu semua dari bapak Ahmad Ali,” ujar Wildan.

Menurut Wildan, tidak banyak pesantren seperti PPICI, di mana konsumsi para santri semua ditanggung yayasan.

“Di sini makanannya teratur. Makan tahu dua kali sepekan, tempe satu kali. Sisanya makan ikan, daging dan ayam. Kemudian siang ada buah. Pada jam istrahat belajar siang, santri diberi minuman susu dan kue,” jelasnya. 

“Jadi di sini santri, betul-betul hanya datang belajar. Jadi kalau tidak besungguh-sungguh harus pindah dari sini,” tambah Wildan. 

Salah satu keunggulan dari PPICI, sebagian besar pengajarnya adalah alumni dari universitas ternama di Madinah. Di usianya yang masih mudah, pesantren ICI banyak dilirik oleh pimpinan pesantren dari luar. Mereka datang studi banding ke pesantren ICI untuk melihat keberhasilan pesantren ICI yang baru berjalan dua tahun, namun prestasinya luar biasa.

Wildan mengatakan, semua tenaga pengajar di PPICI adalah lulusan dari perguruan terbaik, baik di Indonesia maupun dari universitas di Madinah.

“Saya alhamdulillah, dari pesantren Gontor, kemudian S1 Fakultas Syariah, dari Universitas Madinah, kemudian S2 dari Universitas Indonesia hubungan internasional,” kata Wildan. 

Selanjutnya, ada Syaikh Dr Sharaf Ali Othman, selaku Dewan Guru PPICI, adalah lulusan dari universitas Madinah. “Beliau ini spesialisasinya ilmu Qira'at. Di Indonesia yang doktor ilmu Qira’at hanya ada dua, satu di Jakarta, dan satu di Sulawesi Tengah,” kata Wildan. 

“Semestinya beliau ini tidak mengajar di pesantren, semestinya mengajar S2, S3 karena bobot ilmunya terlalu tinggi,” tambah Wildan. 

Kemudian, ada Ustad Fahmi selaku Kepala Madrasah adalah jebolan Gontor yang lulusan universitas di Madinah, dan S2-nya di Universitas Negeri Jakarta. Lainnya, ada Ustad Nurdiansyah, dari Universitas Alkhairaat, ABA Makassar, dan juga selesai dari Fakultas Syariah Universitas Madinah.

Semua materi Ilmu Islam dalam PPICI diajarkan dalam Bahasa Arab.

“PPICI mempunyai falsafah kami adalah keluarga yang bekerja bahu membahu, mengagungkan Alquran dan Sunnah, sangat peduli dengan Bahasa Arab. Semboyan kami adalah bekerja cepat, tuntas dan professional,” jelas Wildan. 

Dalam memberikan pembinaan keseharian kepada istilah menggunakan istilah O2H. Yaitu kepanjangan dari otak, otot dan hati. 

Pembinaan otot yakni dengan melakukan seni bela diri yang dilakukan sehari dalam sepekan. Kemudian pembinaan hati dengan salat tahajud, sedangkan pembinaan otak dilakukan dalam kelas. 

“Jadi ketiga pembinaan ini harus berjalan secara bersamaan atau berjalan secara simultan. O2H, otot otak hati, tidak boleh hanya menonjol ototnya saja tapi otaknya kosong. Atau dua-duanya bagus, otaknya bagus, ototnya bagus, tapi hatinya tidak bagus,” jelas Wildan. 

Meski umurnya terbilang muda, namun PPICI sudah terkenal hingga ke luar negeri. Terbukti ada puluhan calon santri yang mendaftarkan diri ikut seleksi masuk PPICI. 

“Sedikitnya ada puluhan calon santri dari berbagai negara telah mendaftar ke pesantren ICI, dari Filipina, Tanjikistan, Thailand, Malaysia, Singapura, Kamboja dan Australia. Dari semua pendaftar, ada dua calon santri dari Sidney Australia telah dinyatakan lulus,” jelas Wildan.

Dikutip dalam sebuah video pendek, Ahmad Ali menolak mengomentari perannya dalam mendirikan PPICI. Saat ditanya soal PPICI, Ahmad Ali lebih memilih menjelaskan soal kebiasaannya mengumrahkan imam masjid.

“Saya ada beberapa hal yang kemudian yang saya umumkan. Katakanlah mengumrahkan imam, karena itu menjadi politik. Saya janji, saya berkomitmen, ketika jadi anggota DPR. Saya tidak akan mengambil gaji saya. Gaji saya akan gunakan untuk mengumrahkan imam masjid. Nah, itu diucapkan di ruang terbuka, maka ketika ditunaikan juga harus dilaporkan, harus dilaporkan ke publik, supaya tidak jadi fitnah. Itu sebenarnya, jadi bukan ingin riya, tapi inilah komitmen,” jelas Ahmad Ali. 

“Kalau hal-hal lain tidak perlu kita ekspos, apa yang pernah kita lakukan,” tambahnya.

Saat ditanya sekali lagi soal PPICI, Ahmad Ali dengan sedikit terdiam, pun menolak mengomentarinya.

“Hal yang tidak perlu dieskpos,” jawabnya singkat.

“Tapi, itu diri saya. Saya ingin selalu berbagi. Jadi di setiap dapat rezeki, selalu kegelisahan itu muncul, ya Allah bagaimana cara berbagi, agar rezki ini supaya ada kemanfaatannya untuk orang banyak,” ujarnya. 

“Termasuk rumah ini. Saya bangun rumah ini, yang ada di pikiran saya adalah bukan untuk tempat tinggal, tapi bagaimana kemudian rumah ini bermanfaat untuk di samping interaksi sosial sebagai pribadi, juga ada kemanfaatannya untuk keumatan,” tambahnya. (udin salim)

tengah 1