
Amerullah. (Foto: IST)
PALU, METROSULAWESI.NET - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banggai tengah menghadapi kritik keras terkait penanganan kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana hibah Karang Taruna dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banggai pada Tahun Anggaran 2020.
Penetapan tersangka dalam kasus ini dinilai tebang pilih, hanya menyasar satu pihak, yaitu Ariyati B Laha, Bendahara Karang Taruna Kabupaten Banggai, tanpa menindak pihak lain yang turut berperan.
Kasus ini berawal dari penyidikan yang dilakukan Kejari Banggai berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Print 04/P-2.11/Pd.1/05/2022 tanggal 30 Mei 2022.
Penyidikan ini menelusuri dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah sebesar Rp 600 juta yang disalurkan dalam dua tahap, masing-masing sebesar Rp 300 juta pada tahun 2020. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai.
Pada Februari 2022, Kejari Banggai mengajukan permintaan audit investigasi kepada Inspektorat Kabupaten Banggai melalui Surat No. R-09/P.2.11/Dek.1/02/2022.
Hasil audit investigasi yang diselesaikan pada 2023 menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 475,797 juta akibat berbagai kekurangan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dana hibah tahap I dan II.
Temuan ini meliputi bukti-bukti yang tidak lengkap dan sah, kurang bayar, hingga penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.
"Itu tidak benar dan berdasarkan hukum karena dari hasil audit Inspektorat tersebut dijadikan penyelidikannya," kata penasehat hukum Ariyati B Laha, Amerullah SH di Palu, Kamis (5/9).
Amerullah mempertanyakan keabsahan hasil audit tersebut. Menurutnya, audit Inspektorat hanya didasarkan pada perbandingan LPJ dengan pernyataan penerima bantuan, tanpa didukung oleh dua alat bukti yang sah.
Penasehat hukum juga menyebutkan bahwa kliennya telah memberikan klarifikasi secara tertulis sebanyak tiga kali dan lisan terkait penggunaan dana hibah tersebut, namun tidak dihiraukan oleh pihak Inspektorat.
Lebih lanjut, penasehat hukum menilai bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejari Banggai tidak sesuai dengan standar pemeriksaan yang berlaku. Mereka menuduh adanya metode dan prinsip-prinsip perhitungan kerugian keuangan negara yang tidak dikenal dalam akuntansi umum.
Selain itu, penasehat hukum menekankan bahwa Ketua dan Sekretaris Karang Taruna Kabupaten Banggai, yang juga menandatangani proposal dan perjanjian hibah, seharusnya turut dimintai pertanggungjawaban.
"Jika memang klien kami dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, maka seharusnya penyidikan juga melibatkan Ketua dan Sekretaris Karang Taruna, bukan hanya klien kami seorang diri," ujar Amerullah.
Reporter: Syahril Hantono

LEAVE A REPLY