Home Ekonomi Ketua Apindo Sulteng: Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen Akan Mematikan Usaha Hiburan

Ketua Apindo Sulteng: Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen Akan Mematikan Usaha Hiburan

375
0
Social Media Share
Ketua Apindo Sulteng: Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen Akan Mematikan Usaha Hiburan

Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Tengah, H Achrul Udaya SE.

PALU, METROSULAWESI.NET- Rencana pemerintah menaikkan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen dinilai akan mematikan dunia usaha hiburan. Dan diyakini ini akan berdampak pula pada sector pariwisata.

“Bila pemerintah menaikkan pajak hiburan sebesar 40-75 persen, hal ini akan mematikan langsung dunia bisnis hiburan di tanah air dan pasti berdampak pada sektor industri pariwisata,” kata Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulawesi Tengah, H Achrul Udaya SE kepada metrosulawesi.net, Ahad 20 Januari 2024.

Kenaikan sebesar itu menurut Achrul sangatlah besar, bila dibandingkan dengan negara tetangga yang tidak sampai sebesar itu. “Kita lihat negara tetangga kita, Filipina pajak hiburan 18%, Singapore.15%, Malasya 6%, Thailand 5%, ujar Achrul.

Pajak hiburan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Besaran tarif itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.

 “Bila ini diberlakukan, pengusaha sektor ini akan bunuh diri karena mereka juga terbebani pajak PPh,” ujar Achrul.

“Saya kira pemerintah harus bersunggu-sunggu berpihak pada kelangsungan hidup dunia usaha,” tambahnya.

Achrul berpendapat, kenaikan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen itu tidak akan memajukan sektor pariwisata. “Pajak hiburan saat ini saja sebesar 25  persen sudah terlalu membebani dunia usaha hiburan di tanah air. Apalagi mau dinaikkan sampai 75 persen,” kata Achrul.

Hal senada juga disampaikan Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman Purwadi Purwoharsojo. Dia menilai penerapan pajak hiburan sebesar 40-75 persen yang diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah.

 "Kalau pajak yang dinaikkan luar biasa seperti itu tapi pertumbuhan ekonomi makro masih rendah, pasti berat bagi bisnis pengusaha itu sendiri atau pun bagi konsumen," kata Purwadi, di Samarinda, Kalimantan Timur.

 Menurut Purwadi, kenaikan pajak hiburan tersebut tidak sejalan dengan kondisi ekonomi makro yang belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19.

 Ia menilai, pajak hiburan yang tinggi akan memberatkan pengusaha dan konsumen. "Karena memang kondisi ekonomi kita belum pulih banget, baru pemulihan dari Covid-19," ujar Purwadi.

 Purwadi menjelaskan, pajak hiburan yang tinggi akan menambah beban konsumen yang menikmati makan, minum, atau belanja produk tertentu. "Soalnya seperti itu yang terjadi, pukulan akhir akan menyasar ke konsumen," katanya lagi. (din/ant)

 

tengah 1