Home Opini Korban Kepemimpinan

Korban Kepemimpinan

Oleh: Fauzan Abiyasa*)

354
0
Social Media Share
Korban Kepemimpinan

Ilustrasi.

KEPEMIMPINAN yang kuat dan visioner adalah kunci bagi kemajuan suatu daerah. Sayangnya, banyak kota, kabupaten, dan provinsi di Indonesia, masih ditemukan adanya stagnasi,  bahkan kemunduran. Itu dibuktikan dengan angka kemiskinan yang masih dua digit,  rasio kemandirian keuangan yang rendah, ditunjang rasio ketergantungan keuangan yang tinggi. Juga kapasitas fiskal yang sangat rendah.

Dalam banyak kasus, para pemimpin ini terjebak pada ambisi pribadi yang tidak sejalan dengan visi pembangunan yang berkelanjutan. Mereka sering kali mengandalkan kekuatan pengaruh  untuk merebut dan mempertahankan kursi kekuasaan. Terkadang pula menggunakan pengaruh ikatan kesukuan dan keagamaan untuk merayu calon-calon konstituen.  Tapi ketika terpilih, tidak punya strategi jangka panjang atau rencana yang nyata untuk menjawab realitas masalah untuk mewujudkan perubahan yang berkeadilan.

Kalau dalam pandangan  pemenang Pulitzer dan Sejarawan Barbara Tuchman mengatakan, pemimpin yang baik harus memiliki kemampuan untuk memahami realitas situasi, tidak terperangkap dalam harapan yang tidak realistis atau keinginan pribadi. Pemimpin yang memahami kompleksitas dan dinamika sosial-politik mampu membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga bertanggung jawab.

Seorang pemimpin, seperti gubernur, bupati atau walikota,  adalah pelayan masyarakat, harus bekerja demi kesejahteraan rakyat. Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Banyak Bupati, Walikota, dan Gubernur di Indonesia hanya memiliki ambisi untuk meraih kekuasaan tapi miskin visi untuk memajukan daerahnya. Akibatnya, banyak daerah yang terjebak dalam siklus masalah yang tak berujung. Masyarakat pun menjadi korban dari  model kepemimpinan seperti ini.

Salah satu penyebab kemunduran daerah (baca: Kota, Kabupaten, Provinsi) adalah  salah urus. Ambisi tanpa visi sering kali membuat para pemimpin ini tidak memprioritaskan sektor-sektor subtantif seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan sektor riel lainnya.

Alih-alih berinvestasi pada program-program yang dapat meningkatkan kesejahteraan jangka panjang, mereka justru fokus pada pencitraan dimedia sosial melalui tampilan  proyek-proyek  dan angka-angka keberhasilan namun tak memiliki korelasi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Ketiadaan visi besar menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak merata, di mana masyarakat pedesaan dan pinggiran kota tetap tertinggal jauh dibandingkan dengan pusat kota. Ketidakmampuan para pemimpin untuk menyusun strategi jangka panjang mengakibatkan ketimpangan sosial yang kian melebar. Ini  tercermin pada  angka kemiskinan yang tidak turun secara signifikan. Juga tingkat pendidikan yang stagnan menandakan kegagalan pemerintah daerah dalam menyediakan akses pendidikan yang berkualitas bagi generasi muda.

Selain itu, pembangunan yang tidak inklusif memperparah masalah sosial, masyarakat kelas bawah menjadi semakin sulit untuk keluar dari lingkaran masalahnya. Akses terhadap layanan kesehatan dan kesempatan ekonomi yang terbatas menjadi beban ganda bagi mereka yang tinggal di remote area. Konsekuensi dari kepemimpinan yang hanya mengejar ambisi tanpa visi ini semakin terlihat dengan rendahnya kualitas hidup masyarakat, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, hingga lapangan kerja.

Tingginya tingkat ketimpangan antar kota dan kabupaten akan makin memperburuk kualitas hidup masyarakat. Di beberapa daerah, kita masih melihat banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak adanya dukungan pemerintah setempat untuk akses pendidikan. Hal ini tentu mengurangi kesempatan mereka untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Kepada para calon pemimpin yang hanya berambisi meraih kekuasaan namun tanpa visi yang jelas, penting untuk diingatkan,  bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal kemenangan dalam Pemilu atau Pilkada,  tetapi juga tanggung jawab untuk memajukan masyarakat.

Visi yang besar dan langkah-langkah strategis yang terukur sangat diperlukan untuk menggerakkan perubahan. Bukan hanya untuk mempercantik kota atau meningkatkan citra di media sosial, tetapi juga untuk memastikan bahwa masyarakat di semua tingkatan dapat menikmati manfaat  nyata dari pembangunan.

Pemimpin yang baik seharusnya memiliki kepekaan sosial yang tinggi serta kemampuan untuk menyusun rencana jangka panjang. Mereka harus mampu merumuskan kebijakan yang inklusif, yang bisa mengakomodasi kebutuhan semua golongan dan memberikan akses yang setara kepada semua warga. Ambisi besar tanpa visi yang realistik hanya akan membuat masyarakat menjadi korban dari kegagalan kepemimpinan yang tidak berorientasi pada kemajuan dan pemerataan

Seorang ilmuwan politik Amerika dan sejarawan terkenal yang fokus pada studi kepemimpinan, James MacGregor Burns namanya, memperkenalkan konsep transformational leadership,  ia bilang,  seorang pemimpin yang baik harus mampu menginspirasi dan memotivasi perubahan yang positif. Pemimpin yang hanya mengejar kekuasaan tanpa visi transformasional cenderung gagal memajukan daerahnya.

Kalau kita konklusikan, kepemimpinan yang baik harus mampu mengatasi tantangan, bukan sekadar menonjolkan ambisi. Bupati, Walikota, dan Gubernur yang hanya mengandalkan pengaruh tanpa  visi untuk memajukan daerahnya, yang kita peroleh  terkadang bukannya kemakmuran, tapi pemerataan  kekecewaan. Akhirnya hanya melembagakan  kemelaratan hingga berefek terhadap keroposnya fondasi ekonomi rakyat.

Pilkada serentak sesaat lagi akan dihelat. Kepekaan masyarakat dalam memilih pemimpin yang visioner menjadi keharusan. Masyarakat harus  lebih kritis dalam menilai rekam jejak dan kemampuan calon pemimpin yang menawarkan diri tanpa retorika yang berbusa-busa. Ambisi besar tanpa visi hanya akan melahirkan kebijakan yang timpang dan program yang gagal menjawab kebutuhan rakyat.

Masyarakat tidak boleh lagi menjadi korban dari kepemimpinan yang berambisi besar tetapi gagal  mewujudkan perubahan yang  merata dan mensejahterakan.

*) Pengamat Humaniora dan Politik

tengah 1