
Fery Baligau, S.Sos., M.Si. FOTO: DOK PRIBADI
"Walaupun tanpa dukungan NasDem, saya akan maju sebagai Calon Gubernur Sulawesi Tengah". Sebuah ungkapan optimistis sekaligus bernuansa pesimistis dari seorang politisi seperti Ahmad Ali.
"Saya telah memutuskan dan sudah menyampaikan kepada masyarakat
Sulteng bahwa saya akan maju sebagai Cagub. Saya mencintai masyarakat Sulteng. Saya memilih meninggalkan karier (di Jakarta) untuk Sulteng," ungkapan Ahmad Ali lainnya yang bernuansa presure.
Dua ungkapan itu ditulis oleh Rakyat Merdeka edisi 1 Juli 2024. Hal ini memberikan bukti bahwa Ahmad Ali sangat optimistis bahwa Nasdem akan tetap memberikan dukungan terhadap dirinya. Namun karena Nasdem memiliki mekanisme yang harus dilalui melalui Bappilu partai, maka Ahmad Ali memilih untuk memberikan keyakinan bahwa dirinya siap maju pada kontestasi di Pilgub Sulteng.
Sejumlah pemberitaan di media massa bahwa dukungan partai lain sudah cukup signifikan, akan menjadi alasan bagi Partai Nasdem untuk tetap mendukung Wakil Ketua umumnya itu berlaga di Pilgub Sulteng.
Tanpa partai Nasdem, Ahmad Ali, mengklaim sudah memenuhi persyaratan untuk maju karena telah mendapatkan dukungan lebih dari 11 kursi yang dipersyaratkan.
Beberapa parpol yang telah memberikan dukungan menurut pemberitaan media massa antara lain adalah Partai Gerindra, PAN, PKB, Perindo, PPP. Dan Tentu Ahmad Ali tetap mengharapkan dukungan partainya yakni Partai Nasdem, karena dia juga memiliki tekad untuk membesarkan partai besutan Surya Paloh tersebut dan sudah dibuktikannya dengan menaikkan perolehan kursi di DPR-RI dari 59 kursi pada pemilu 2019 menjadi 69 kursi pada Pemilu 2024.
Namun demikian, pernyataan itu juga bisa dibilang terkesan pesimistis tidak akan mendapatkan dukungan dari Partai Nasdem. Meskipun takarannya rendah karena Ahmad Ali yakin bahwa dirinya akan mendapatkan dukungan penuh dari rakyat Sulteng. Dia pun yakin, bahwa Partai Nasdem akan memutuskan untuk mendukungnya, karena tradisi Nasdem mengusung kader lebih diutamakan. Apalagi ketua DPP sekelas Irma Suryani Caniago telah menyatakan keyakinannya bahwa Partai NasDem akan mendukung Ahmad Ali untuk maju ke Pilkada 2024 di provinsi Sulteng.
Ahmad Ali juga terus membangun rasa optimismenya, karena sejumlah partai lain telah terang-terangan memberikan dukungan kepadanya. Dipastikan Nasdem akan memberikan ruang dan kesempatan kepada Ahmad Ali. Apalagi sejauh ini, Nasdem belum menunjukkan tanda-tanda untuk mendukung calon lain selain Ahmad Ali.
Jika pada pilkada 2020 yang lalu, Ahmad Ali diminta oleh Partainya (lebih tepatnya ketua umum Surya Paloh) untuk tetap memperkuat dan membesarkan partai di Jakarta (DPP), sehingga mendorong Rusdi Mastura menjadi calon gubernur dan akhirnya terpilih, maka kali ini, Ahmad Ali akan memilih maju dan tentu akan kembali ke daerah.
Namun dia akan tetap membesarkan partai Nasdem, khususnya di Sulteng. Dia rela melepaskan jabatan di DPP Partai Nasdem untuk berkarir di Sulteng, karena ingin berterima kasih kepada rakyat Sulteng dengan mengabdi di daerah.
Komunikasi politik yang dibangun Ahmad Ali cukup apik. Dia terus memberikan keyakinan kepada Partai Nasdem bahwa dia pantas untuk menjadi Calon Gubernur Sulteng. Dia terus memaksimalkan diri untuk terus meyakinkan partainya bahwa dia akan tetap mendukung keputusan partai, apakah tetap berada di DPP atau tidak, tetapi tidak untuk menghalanginya mengabdi kepada rakyat Sulteng.
Ahmad Ali seolah memahami teori Komunikasi politik yang dimunculkan para ahli komunikasi politik di masa lalu.
Sebut saja teori komunikasi yang dikembangkan oleh Maxwell Mc Comb dan Donald L Shaw. Teori ini dinamakan Teori agenda setting yakni teori komunikasi massa yang fokus pada efek yang diberikan oleh media massa pada khalayak.
Komunikasi politik yang dibangun Ahmad Ali lewat media massa bahwa dirinya layak menjadi calon gubernur dan akan terpilih nantinya bersama calon Wakilnya Abdul Karim Aljufri yang terus digaungkan oleh media massa.
Teori Comb dan Shaw ini, sebenarnya merupakan hasil riset tentang efek media pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1968.
Mereka mengkaji perubahan sikap pemilih selama kampanye pemilihan presiden AS tersebut. Teori ini pertama kali dipublikasikan dengan judul “The Agenda Setting Function of the Mass Media”.
Secara spesifik, terdapat dua asumsi mendasar dalam teori ini. Pertama, bahwa pers dan media tidak sekadar mencerminkan realitas yang ada, tetapi sebaliknya, mereka aktif membentuk dan mengkonstruksi realitas tersebut. Kedua, media menyajikan berbagai isu dan memberikan penekanan pada beberapa isu tersebut, memberi publik kesempatan untuk menilai mana isu yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya.
Berdasarkan asumsi tersebut, teori agenda setting menitikberatkan pada anggapan media memiliki pengaruh besar untuk membentuk persepsi publik. Khalayak tidak hanya memperoleh pengetahuan tentang isu-isu masyarakat melalui media, tetapi juga memahami sejauh mana signifikansi suatu isu atau topik berdasarkan penekanan yang diberikan oleh media massa.
Khalayak yang tidak mampu melihat keseluruhan dari sebuah isu dan hanya bisa menerima informasi dari media pada akhirnya akan ikut berperan mengembangkan isu yang sudah di-setting.
Ahmad Ali terus membangun pesan dan kesan di media massa bahwa dia sudah memantaskan diri menjadi gubernur Sulteng. Dukungan partai lain selain Nasdem cukup signifikan memberikan rasa optimisme bahwa memang Ahmad Ali akan Menang pilkada.
Asumsinya adalah tidak ada partai yang ingin kalah dalam setiap kontestasi, sehingga dukungan partai besar seperti Gerindra dan PKB adalah bukti kuat bahwa Ahmad Ali akan dipantaskan untuk menang pilkada Sulteng 2024. Hal ini tentu untuk memberikan keyakinan kepada partai Nasdem bahwa wakil ketua umumnya itu adalah pilihan yang tepat.
Hasil Survei juga menempatkannya di urutan teratas yang dibangun secara apik lewat media massa.
Sebuah bentuk pressur keyakinan dan teori agenda setting yang dijalankan oleh Ahmad Ali dipastikan akan memberi pengaruh positif dalam menaikkan namanya untuk menduduki posisi teratas dalam setiap survey calon gubernur Sulteng.
Dalam teori Komunikasi politik, bahwa yang dimaksud dengan komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan yang bercirikan politik kepada khalayak politik, melalui media tertentu yang bertujuan memengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu kepentingan tertentu di masyarakat. Dengan demikian, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis komunikasi tersebut dapat mengikat suatu kelompok atau warga tertentu (Haryanto dan Rumaru, 2012).
Komunikasi politik yang dibangun oleh Ahmad Ali adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik untuk memberikan keyakinan bahwa Rakyat Sulteng membutuhkan dirinya. Dia berusaha memberikan keyakinan ke partai Nasdem bahwa sebagai kader Tulen Nasdem layak dapat dukungan partainya untuk mengabdi di Bumi Tadulako yang telah mengantarkannya menjadi tokoh Nasional bersama partai Nasdem dalam satu dekade terakhir.(*)
Penulis adalah Dosen Unismuh Palu/Wakil Ketua PWI Sulteng

LEAVE A REPLY