.jpg)
Koordinator JATAM Sulteng, Moh. Taufik.
BANGGAI, METROSULAWESI.NET - Pada tahun 2022, di beberapa media, Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Rusdy Mastura sempat mewacanakan akan membangun pabrik pemurnian bijih nikel (Smelter) di Kabupaten Banggai.
"Ada juga investor Korea yang tertarik untuk bangun smelter di Banggai, jadi bukan cuma di Morowali yang nantinya ada smelter, tapi di Banggai juga akan ada fasilitas serupa,” kata Gubernur seperti dilansir dari banggairaya.id pada tanggal 8 Juni 2022 silam.
Isu tersebut kembali menguat tatkala proyek hilirisasi nikel dimunculkan pada depat Cawapres yang dilaksanakan pada hari Ahad 21 Januari 2024 dan disiarkan secara langsung oleh stasiun TV Nasional.
Sebagai daerah penghasil bijih nikel yang potensial dengan 20 Izin Usaha Pertambangannya (IUP), terdengar masuk akal apabila Gubernur Sulteng merencanakan pembangunan smelter di Kabupaten Banggai, dan menjadi pertanyaan di Masyarakat Babasalan saat ini, kapan rencana tersebut akan direalisasi.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, lewat koordinatornya, Moh Taufik mewarning para pemangku kebijakan, salah satunya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, agar tidak merealisasikan pembangunan pabrik smelter nikel di Banggai atas beberapa pertimbangan.
Pembangunan smelter nikel, lanjut Taufik, jangan hanya dilihat dari sisi penambahan nilai dan pembukaan lapangan kerja semata, tapi yang harus dicermati adalah resiko kedepan yang akan dihadapi oleh Kabupaten Banggai, setelah berkaca pada dua wilayah, Morowali dan Morowali Utara.
"Risiko paling mendasar ketika ada smelter, pembongkaran potensi-potensi nikel di Kabupaten Banggai akan semakin masif, dan pembongkaran ini berpotensi menimbulkan konflik dan juga dampak lingkungan bagi masyarakat yang tinggal dan berhadapan dengan kegiatan penambangan nikel itu," sebut Taufik kepada Metro Sulawesi, Ahad 4 Februari 2024.
Perkara realisasi nilai tambah, menurut Taufik tidak akan terjadi, karena dari proses penambangan sampai ore nikel itu, masuk ke dalam pabrik dan menjadi nikel setengah jadi yang siap diekspor, kebijakannya ditentukan oleh pemerintah pusat.
Apalagi, Taufik mengingatkan belum lama ini terjadi kecelakaan kerja yang menewaskan puluhan orang di pabrik smelter yang berlokasi di Kabupaten Morowali Utara.
"Menurut saya, perusahaan-perusahaan yang ada, tidak memperhatikan sistem keselamatan kerja bagi pekerja yang ada di Kawasan industri tersebut," tegas Taufik.
Taufik berharap ada upaya evaluasi secara menyeluruh dari aspek lingkungan terkait dampak yang telah ditimbulkan, kemudian para pekerja di kawasan industri sudah ada jaminan keselamatan atau tidak tidak, lalu dari sisi pendapatan daerah, punya manfaat yang besar bagi rakyat atau tidak.
"Kalau tidak yah lebih baik dihentikan dan jangan lagi ada rencana pembukaan pabrik-pabrik di tempat lain kalau belum ada beberapa hal yang saya sebutkan sebelumnya," tutup dia.
Reporter: Abdy Gunawan
Editor: Udin Salim

LEAVE A REPLY