Longki Banyak Terima Keluhan saat Reses di Morowali dan Morut

Anggota Komisi II DPR RI yang juga anggota Badan Legislasi, H. Longki Djanggola, melaksanakan reses masa sidang I tahun 2025 di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara (Morut), Rabu (8/10/2025). Dalam reses tersebut, berbagai persoalan masyarakat mencuat, terutama terkait agraria dan pertanahan.

Oktober 11, 2025 - 15:58
 0
Longki Banyak Terima Keluhan saat Reses di Morowali dan Morut
Anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola saat melaksanakan reses masa sidang I tahun 2025 di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, 8–10 Oktober 2025. FOTO: M. JAFAR BUA

MOROWALI METROSULAWESI.NET- Anggota Komisi II DPR RI yang juga anggota Badan Legislasi, H. Longki Djanggola, melaksanakan reses masa sidang I tahun 2025 di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara (Morut), Rabu (8/10/2025). Dalam reses tersebut, berbagai persoalan masyarakat mencuat, terutama terkait agraria dan pertanahan.

Salah satu keluhan disampaikan oleh Abdul Rauf, warga Bungku Barat. Ia mengungkapkan belum menerima sertifikat tanah dari Kementerian Transmigrasi selama 10 tahun terakhir, padahal telah menghibahkan sekitar 12 hektare lahan untuk pembangunan UPT Transmigrasi Desa Bahoea. Dari enam unit rumah yang dijanjikan sebagai ganti rugi, baru empat unit yang diterima.

Menanggapi keluhan tersebut, Longki meminta Abdul untuk menyusun risalah lengkap mengenai duduk perkaranya.

“Saya minta Pak Abdul Rauf membuatkan risalah masalah ini agar ada dasar bagi saya untuk menyampaikannya ke kementerian terkait,” ujar Longki.

Keluhan juga datang dari Salim, warga lainnya, yang menyoroti banyaknya kasus tumpang tindih antara surat keterangan tanah (SKT) milik warga dengan wilayah izin usaha pertambangan (IUP). Longki menegaskan bahwa SKT tidak lagi memiliki kekuatan hukum sebagai bukti kepemilikan tanah.

“SKT itu bukan bukti kepemilikan. Saat ini tidak bisa lagi dijadikan dasar hukum penguasaan tanah,” tegasnya.

Dalam pertemuan tersebut, masyarakat turut mengungkap keberadaan perusahaan perkebunan besar seperti PT Lambang yang kini digantikan PT Citra. Perusahaan tersebut menguasai sekitar 16 ribu hektare lahan, namun tidak seluruhnya diusahakan. Dari lahan yang diciutkan dan dikembalikan ke masyarakat, hanya sekitar 2.000 hektare yang dinilai layak dibudidayakan.

Masyarakat juga menyampaikan bahwa perusahaan sering menggunakan modus dengan mengagunkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) ke bank untuk memperoleh pembiayaan. Sementara itu, anggota DPRD Morowali Utara dari Fraksi Gerindra, Agus Wiratno, menyoroti PT Kinarya yang telah memegang sertifikat lahan masyarakat di Witaponda namun hingga kini belum beroperasi.

Selain itu, terungkap adanya aktivitas PT Agro Nusa Abadi (PT ANA) di Morowali Utara yang beroperasi tanpa HGU dan hanya mengantongi Izin Lokasi (Ilok). Kondisi ini memicu sengketa lahan dengan masyarakat petani dan mendapat desakan dari warga serta WALHI Sulteng untuk pencabutan izin perusahaan.

Menanggapi berbagai persoalan tersebut, Longki mengaku telah bertemu dengan Kepala Kantor Pertanahan Morowali Utara, Andi Reza Fitrian Eru Setiawan, SH, MH. Ia meminta Kakantah untuk lebih berani mendesak perusahaan-perusahaan besar agar segera mengurus izin HGU.

“Banyak perusahaan sudah menanam dan memanen tetapi belum memiliki HGU, sehingga tidak memberikan kontribusi ke negara, termasuk PNBP dan BPHTB,” kata Longki.

Reses Longki di Morowali dan Morowali Utara menjadi wadah bagi masyarakat menyampaikan langsung berbagai permasalahan pertanahan, sekaligus momentum untuk mendorong kepastian hukum pengelolaan lahan di daerah.(ril/*)

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow