Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal, Perlu Revisi Demi Demokrasi yang Sehat

Oleh: Dr.Mohsen Hasan Alhinduan,Lc.MA*

Juli 17, 2025 - 00:05
 0
Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal, Perlu Revisi Demi Demokrasi yang Sehat
Dr.Mohsen Hasan Alhinduan,Lc.MA

MAHKAMAH Konstitusi (MK) baru saja mengetuk palu yang mengubah wajah pemilu Indonesia. Lewat putusan kontroversialnya, MK memperbolehkan pemisahan antara Pemilu Nasional (Pilpres, Pileg) dan Pemilu Lokal (Pilkada). Keputusan ini mengejutkan banyak pihak— baik di pemerintahan, parlemen, penyelenggara pemilu, hingga kelompok masyarakat sipil.

Apa yang seolah terlihat sebagai langkah legal-formal justru membawa dampak politik dan sosial yang luas. Karena itu, semua pihak—terutama masyarakat umum dan institusi negara—perlu memahami bahwa putusan ini bukan final secara politik, dan revisi terbuka sangat mungkin serta perlu dilakukan melalui jalur legislatif atau konstitusional.

Mengapa Putusan MK Ini Bermasalah?

Bertentangan dengan Semangat Efisiensi Demokrasi

Pemilu serentak adalah hasil reformasi pasca-orde baru, untuk menyederhanakan proses demokrasi, efisiensi anggaran, dan sinkronisasi program antara pusat dan daerah. Dengan putusan MK ini, kita  kembali pada pemilu bertahap yang akan menambah biaya dan kelelahan publik.

Politik Tanpa Henti, Rakyat Tanpa Nafas

Bila Pemilu Nasional dan Pilkada dipisahkan, rakyat akan terus-menerus berada dalam iklim kampanye dan konflik politik. Tahun 2029 pilpres, tahun 2030 pilkada. Ini bukan pesta demokrasi, tapi demokrasi yang dipaksa berpesta tanpa henti.

Memicu Polarisasi dan Politik Transaksional Daerah

Pemilu lokal yang berdiri sendiri justru membuka ruang lebih lebar bagi politik uang, dinasti, dan kooptasi elite daerah tanpa dikaitkan dengan agenda nasional.

MK Melampaui Kewenangan Teknis Legislasi

Banyak pihak menilai MK kerap melampaui fungsi sebagai penafsir konstitusi dan justru ikut “mendesain” sistem politik. Ini harus dihentikan sebelum preseden buruk semakin meluas.

Solusi: Revisi Terbuka dan Evaluasi Menyeluruh

Putusan MK memang bersifat final dan mengikat, tetapi tidak berarti tak bisa dikoreksi melalui jalur konstitusional dan demokratis. Yang bisa dilakukan sebagai berikut:

  1.        DPR RI bersama Pemerintah segera membentuk Panja atau Panitia Khusus revisi UU Pemilu untuk menetapkan kembali model pemilu serentak;
  2.        KPU, Bawaslu, dan Kemendagri membentuk forum koordinasi nasional untuk mengevaluasi kesiapan daerah dan implikasi anggaran pemilu terpisah;
  3.        Civil society, kampus, dan media bersuara lebih keras menolak desain pemilu yang memicu fragmentasi politik nasional;
  4.       MK perlu dibenahi secara internal, termasuk melalui reformasi seleksi hakim, masa jabatan, dan mekanisme pengawasan etik oleh lembaga independen.

Ajakan Terbuka untuk Semua Pihak

Kami mengajak seluruh elemen bangsa—dari kampus, pesantren, komunitas, ASN, jurnalis, hingga organisasi politik—untuk tidak diam terhadap keputusan konstitusional yang bisa melemahkan fondasi demokrasi bangsa.

Pemilu bukan sekadar rutinitas lima tahunan, tetapi jantung dari mandat rakyat. Bila sistemnya kacau, maka hasilnya pun cacat. Revisi terhadap keputusan yang membahayakan kepentingan publik adalah tugas bersama.

Konstitusi bukan milik hakim, tapi milik rakyat.

Jakarta,16 Juli 2025

*) Pengamat Politik dan Demokrasi Konstitusional -Dewan Pakar Pusat NasDem

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow