Spanduk GAM Sudah Dilipat

Nasrullah, saya biasa memanggilnya dengan nama Nas. Kini duduk rileks di depan saya di sebuah warkop legendaris di kota tua. Sore ini saya semeja dengan mantan aktivis dunia kemahasiswaan ini.

Jun 20, 2025 - 18:41
 0
Spanduk GAM  Sudah Dilipat
Gelombang protes rakyat Aceh. (Foto: Ist)
Spanduk GAM  Sudah Dilipat

NASRULLAH, saya biasa memanggilnya dengan nama Nas. Kini duduk rileks di depan saya di sebuah warkop legendaris di kota tua. Sore ini saya semeja dengan mantan aktivis dunia kemahasiswaan ini. 

Saya minum kopi hitam gula aren. Nas memilih kopi hitam jahe. Setelah meneguk kopinya, Nas tiba-tiba mengungkapkan kalimat yang membuat saya terkejut. "Jangan pernah bermain-main dengan Aceh. Rakyat Aceh itu sudah lelah berjejak berdarah. Untung ada orang Bugis bernama Jusuf Kalla yang berhasil meredam kemarahannya, sehingga GAM, Gerakan Aceh Merdeka, yang telah mengukir sejarah panjang pemberontakannya itu: ikhlas untuk berkompromi. Hasilnya, Alhamdulillah, kini diam dan fokus membangun daerahnya." Ungkapan Nas yang tiba-tiba ini membuat saya berpikir dalam. Ada apa, sehingga Nas berbicara serius seperti ini?

Itu, Nas melanjutkan ceritanya: lantaran kebijakan sepihak Mendagri Tito Karnavian, yang mengeluarkan kebijakan yang dinilai "tak penting-penting amat" membuat Aceh bergolak. Rakyatnya marah. Tiap hari turun jalan. Siang dan malam. Memamerkan spanduk protes dan bendera perlawanan. Amarah ini: tampaknya akan berujung kekerasan. Boleh jadi pemberontakan, karena mereka merasa telah dicurangi dan dicabik harga dirinya.

Wah, saya tambah penasaran. Terutama: ancaman rakyat Aceh itu dan kebijakan sepihak Mendagri Tito Karnavian. Saya pun membuka-buka sumber-sumber berita terpercaya dan bertanggung jawab. 

Oh, inilah yang dimaksud Nas. Tito, mantan Kapolri di era Presiden Joko Widodo, dan kini dipercaya oleh Presiden Prabowo Subianto menduduki kursi Mendagri, secara administratif, telah "menyerahkan" empat pulau yang sejak dulu dikuasai Aceh: ke Sumatera Utara.

Tentu saja, analisa saya: Aceh pasti marah. Lihatlah, dari lapisan atas hingga lapisan bawah rakyat Aceh: benar-benar bersatu membentuk GAM (Gerakan Aceh Melawan). Untung bukan: GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang tercatat dalam sejarah panjang itu.

Menyerahkah Tito bersama kebijakannya yang terus dilawan rakyat Aceh itu? Tampaknya dia tak bergeming. Bahkan dia menyerahkan keputusan sepihaknya kepada pemerintahan Aceh untuk menggugatnya secara hukum. Ya, begitu percaya diri dan beraninya, demi keempat pulau itu dikuasai oleh Sumatera Utara. Ada apa: ngotot banget? Tito merasa di jalan yang benar dengan pertimbangan dokumen yang dimiliki? 

Aceh tak mau melawan dengan hukum lantaran kebijakan itu lahir secara sepihak. "Keputusan Mendagri Tito wajib dibatalkan. Keempat pulau itu segera dikembalikan kepada kekuasaan Aceh." Titik! Begitulah suara-suara sumbang yang terus mendengung di seantero Aceh.

Gelombang protes kian mendesak dan memanas. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun angkat bicara: empat pulau itu memang milik Aceh. Nah!

Prabowo membaca suasana ini: sungguh mengganggu pemerintahannya yang menginginkan rakyatnya bersatu, demi kebangkitan ekonomi yang kini diselimuti tantangan berat. Akhirnya, "jenderal besar" ini mengambil keputusan progresif: mengembalikan empat pulau itu kepada pemiliknya yang benar: Aceh!

"Untung Prabowo hadir dalam masalah ini." Nas berucap sembari menatap wajah saya yang mengulum senyum.

Andaikan Prabowo tak hadir? "GAM akan bergolak. Tapi kali ini: bukan Gerakan Aceh Merdeka. Rakyat memilih GAM: Gerakan Aceh Melawan. Rakyat Aceh sudah terbiasa dengan perlawanan.

Lalu bagaimana ngototnya Tito? "Soal itu Prabowo sudah paham. Sepaham-pahamnya. Yang penting empat pulau itu sudah aman di wilayah Aceh. Alhamdulillah, rakyat Aceh sudah meninggalkan jalanan. Mereka sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Spanduk GAM sudah dilipat." Nas menghabisi kopi hitam jahenya. *

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow