Dinamika Nilai Tukar September 2025

Oleh Moh. Ahlis Djirimu*

Oktober 2, 2025 - 05:38
 0
Dinamika Nilai Tukar September 2025
Ilustrasi- Salah satu karyawati menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta. FOTO: BISNIS

NO single currency regime is right for all countries at all time’ tidak ada satu rezim mata uang tunggal yang berlaku tepat bagi suatu negara dan/atau pada waktu yang sama (Jeffrey A. Frankel, 2004). “In the text-books you learnt in the university, all assume that the economy is always in the normal condition. But, almost every day in our life, we’re facing the crisis. Contemporary economics is trying to give a different than the traditional economics’ (Joseph E. Stiglitz, 2014). Dua pernyataan di atas menjadi pelajaran bagi semua negara. Pergerakan maupun pergeseran nilai tukar mata uang domestik bersifat dinamis pasca runtuhnya sistem Bretton Woods pada 1973. Rezim nilai tukar tetap maupun mengambang, mempunyai plus minus. Sandaran kita pada asumsi-asumsi ekonomi tradisional menjadi kurang relevan, sehingga ekonomi kontemporer menjadi penting dan wajib dimuktahirkan setiap saat.

Catatan historis pada September 2025 menunjukkan bahwa dinamika kurs dimulai pada Senin sore 8 September 2025 ditutup terapresiasi 0,71 persen pada Tingkat Rp16.304,- per USD. Sebaliknya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru ditutup melemah 1,28 persen pada Tingkat 7.766,85 poin ketimbang sehari sebelumnya pada Tingkat 7.867,35 poin atau turun -0,81 persen month-to-date. Apresiasi rupiah beriringan dengan menguatnya mata uang regional Asia kecuali Yen yang melemah -0,14 persen, didorong oleh tingginya indeks saham Jepang setelah Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengundurkan diri. Melemahnya IHSG disebabkan oleh kabar reshuffle kabinet Merah Putih pada sore hari, termasuk pelantikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Pada hari berikutnya, Rupiah ditutup melemah pada Tingkat Rp16.475,- per USD atau terdepresiasi sebesar 1,05 persen sebagai sentiment negatif pasar atas pergantian bendahara negara merupakan hal yang biasa terjadi di awal perpindahan tampuk Menkeu. Sebaliknya, mata uang regional lainnya mengalami apresiasi kecuali Peso Filipina yang terdepresiasi -0,48 persen. Penguatan kurs regional ini didorong adanya ekspektasi penurunan suku bunga the Fed, serta adanya dinamika politik di Perancis dan Jepang.

Sentimen negatif pasar pada dinamika nilai tukar rupiah berlanjut pada penempatan uang negara sebesar Rp200,- triliun pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT. Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. Penempatan uang negara ini bertujuan agar uang yang mengendap di Bank Indonesia dapat tersalurkan melalui Bank Himbara dengan harapan sektor riil bergerak lebih cepat memacu perekonomian. Masalahnya, apakah bank-bank tersebut siap menyalurkan kredit tersebut karena permasalahannya tidak terletak pada sisi penawaran semata berupa pasokan pertumbuhan uang nominal, tetapi masalahnya terletak pula pada sisi permintaan.

Hingga 19 September 2025, bank-bank Himbara mengumumkan kenaikan suku bunga deposito valuta asing dalam denominasi USD dari 2 persen ke 4 persen mulai November 2025. Harapannya adalah, dana valas mengalir ke Indonesia demi stabilitasi kurs rupiah. Strategi ini lebih dipilih ketimbang melakukan intervensi langsung yang akan menggerus cadangan devisa menimbulkan tekanan negatif pada Rupiah. Di sisi lain, arus modal asing mengalir ke Indonesia, namun, hal ini dibarengi pula arus keluar modal asing dari pasar saham sebesar Rp51,34,- triliun. Fenomena ini justru membuat rupiah terdepresiasi sebagai konsekuensi pengumuman bank-bank Himbara tersebut. Pada 26 September 2025 Rupiah kembali terapresiasi sebesar 0,06 persen dari Rp16.750,- menjadi Rp16.741,- per USD sebelum terdepresiasi mulai 29-30 September 2025.

Dalam pandangan teoretis, Pemerintah yang lebih memilih menggelontorkan likuiditas melalui bank Himbara cenderung menempuh pendekatan supply-driven dengan asumsi yang dibangun, bank Himbara menyalurkan kredit ke sektor riil. Logika yang dibangun berbasis pada mazhab Moneteris yang sangat percaya bahwa pasar akan bekerja ketika uang yang beredar cukup lalu keuntungan yang diperoleh akan besar. Namun, dalam kondisi masyarakat yang hanya menggunakan tabungan berjaga-jaga dalam menyelenggarakan hidupnya sebagai konsekuensi pemutusan hubungan kerja, sebagai konsekuensi lemahnya sisi permintaan, maka risiko kredit yang disalurkan dapat menimbulkan Non-Performing-Loan (NPL).

Sebaiknya, strategi demand-driven mazhab neo-Keynesian dapat pula dilakukan melalui peningkatan belanja produktif infrastruktur dasar, proyek padat karya, belanja Pendidikan dan Kesehatan berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DT-SEN). Pemerintah diharapkan tetap pula menjalankan Program Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk melindungi daya beli masyarakat, sehingga permintaan barang dan jasa meningkat. Hal ini mendorong produksi dan permintaan kredit meningkat pula secara alamiah. Namun, pendekatan ini menghadapi masalah di masa datang yakni, turunnya transfer ke daerah (TKD) pada 2026 termasuk efisiensi berkelanjutan selama dua tahun berturut, justru akan mengerem putaran roda perekonomian regional dan strategi ala Neo-Keynesian ini tidaklah cukup.

Atraktivitas ekonomi akan berkembang bila dilakukan kombinasi supply side policy dengan demand-driven, serta pentingnya peran ekspektasi rasional dalam menunjang kredibilitas kebijakan pemerintah. Penyaluran dana Rp200,- triliun sudah tepat dapat menjaga likuiditas jangka pendek, perlu dibarengi dengan percepatan belanja pemerintah selama kuartal terakhir 2025 agar terjadi supply creates its own real demand. Pada akhirnya, kombinasi kebijakan seperti ini akan sulit berjalan di saat tepat bila di satu sisi Pemerintah tetap menjalankan kebijakan fiskal kontraktif ke daerah sebagai akibat dari re-sentralisasi kebijakan dan anggaran berbasis kompetisi.

*) Staf Pengajar FEB-Universitas Tadulako   

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow