Bilakah Sejarah Lokal Sulteng Menjadi Muatan Wajib di Sekolah
DI tengah arus globalisasi dan derasnya informasi digital, generasi muda Sulawesi Tengah semakin jauh dari akar sejarah daerahnya sendiri. Banyak siswa mengenal tokoh-tokoh nasional dari buku teks, seperti Diponegoro, Kartini, Hasanuddin atau Soekarno dsb, namun tidak mengenal Dato’ Karama, Tombolotutu, Guru Tua, atau para pahlawan dan seniman yang lahir di tanah Kaili. Padahal di balik bentang Lembah Palu dan teluk yang indah, tersimpan kisah besar tentang penyebaran Islam, perjuangan kemerdekaan, hingga kebangkitan budaya dan pers lokal yang patut diwariskan.
Oleh: Akhsan Intje Makka, komposer Lagu Kaili
DI tengah arus globalisasi dan derasnya informasi digital, generasi muda Sulawesi Tengah semakin jauh dari akar sejarah daerahnya sendiri. Banyak siswa mengenal tokoh-tokoh nasional dari buku teks, seperti Diponegoro, Kartini, Hasanuddin atau Soekarno dsb, namun tidak mengenal Dato’ Karama, Tombolotutu, Guru Tua, atau para pahlawan dan seniman yang lahir di tanah Kaili. Padahal di balik bentang Lembah Palu dan teluk yang indah, tersimpan kisah besar tentang penyebaran Islam, perjuangan kemerdekaan, hingga kebangkitan budaya dan pers lokal yang patut diwariskan.
Sudah saatnya sejarah lokal Sulawesi Tengah dijadikan bagian dari muatan lokal (Mulok) di sekolah-sekolah, dari jenjang dasar hingga menengah. Muatan lokal bukan sekadar pelajaran tambahan, melainkan ruang strategis untuk menumbuhkan identitas, kebanggaan, dan karakter anak daerah.
1. Dato’ Karama: Jejak Awal Islam di Lembah Palu
Pada abad ke-17, seorang ulama bernama Syekh Abdullah Raqie atau yang dikenal dengan Dato’ Karama datang dari Minangkabau ke Palu membawa misi suci: menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan damai dan budaya. Di Kampung Lere, beliau mengajarkan tauhid dan akhlak, berdialog dengan raja dan rakyat setempat tanpa paksaan. Raja Kabonena menjadi pemeluk Islam pertama di Lembah Palu, dan dari sanalah cahaya Islam menyebar ke seluruh Sulawesi Tengah.
Nama Dato’ Karama tidak sekadar legenda, tetapi fondasi spiritual masyarakat Palu. Namun ironisnya, banyak siswa Palu tidak mengenal tokoh ini, padahal makamnya berdiri di jantung kota. Dengan memasukkan sejarah Dato’ Karama dalam muatan lokal, generasi muda akan belajar bahwa Islam di tanah ini lahir dari kebijaksanaan, bukan kekerasan.
2. Guru Tua: Pelita Pendidikan dan Dakwah Modern
Tokoh lain yang tak kalah berpengaruh adalah Guru Tua (Alkhairaat Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri) pendiri Alkhairaat, ulama besar yang menanamkan nilai ilmu dan toleransi di bumi Tadulako. Melalui pendidikan, beliau membangun jaringan pesantren dan sekolah yang hingga kini menjadi warisan besar di seluruh Indonesia Timur.
Guru Tua adalah contoh nyata integrasi antara ilmu, iman, dan kepedulian sosial. Mengajarkan sejarahnya di sekolah berarti menanamkan nilai keikhlasan, cinta ilmu, dan semangat melayani umat. Generasi muda harus tahu bahwa dari Palu pernah lahir tokoh nasional yang berjasa besar dalam pendidikan Islam di Indonesia.
3. Tokoh Pahlawan, Pers, dan Seniman Legendaris
Selain dua tokoh religius besar itu, Palu dan Sulawesi Tengah melahirkan banyak pahlawan daerah dan tokoh kebudayaan yang jarang disinggung dalam buku sejarah nasional. Sebut saja:
- Tombolotutu yang tercatat sebagai pahlawan pertama di Sulawesi Tengah yg telah dianugerahi sebagai pahlawan Nasional pada 10 November 2021 melalui Keputusan Presiden no. 109/TK/2021,
- Kapitan Magau Pue Njidi dan I Langi yang berjuang melawan kolonial Belanda,
- To Manuru dan Pue Lasadindi yang dikenal dalam kisah heroik masyarakat Kaili,
- Magau Tavaili, Yoto Lemba yang melalui kharismanya mempemgaruhi masyarakat untuk meneguhkan persatuan (masintuvu) menentang kolonial Belanda/ Jepang.
- H. Kasman Singodimedjo dan Raden Mas Djazman, yang aktif di gerakan politik awal kemerdekaan,
- serta HMA Intje Makkah, tokoh pers pertama/ perintis pers Sulawesi Tengah di Palu yang ikut menumbuhkan kesadaran kebangsaan melalui surat kabar lokal.
Tak kalah penting, para seniman legendaris Kaili seperti pemusik tradisional Kakula, pelukis, dan penulis lagu daerah seperti Hasan M Bahasyuan, mereka juga bagian dari sejarah sosial yang membentuk jati diri budaya Sulteng.
4. Urgensi Pendidikan Sejarah Lokal
Pendidikan sejarah lokal tidak sekadar menambah wawasan geografis atau nama tokoh, tapi lebih dari itu, antara lain
Menumbuhkan kebanggaan identitas daerah (“aku tahu dari mana aku berasal”). Bukan berarti menanamkan sikap premordialisme kedaerahan.
Membangun karakter cinta tanah air lewat kedekatan emosional, bukan hafalan.
Melestarikan bahasa dan budaya Kaili, karena banyak istilah sejarah yang lahir dari bahasa setempat.
Menghidupkan ruang kebudayaan di sekolah: kunjungan ke situs makam Dato’ Karama, museum Guru Tua, atau rumah pahlawan daerah.
Dengan muatan lokal sejarah, siswa Palu tidak hanya belajar membaca teks sejarah, tetapi juga belajar menjadi bagian dari sejarah itu sendiri.
5. Rekomendasi Kebijakan
Untuk merealisasikan gagasan ini, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan bisa mengambil langkah konkret:
Menyusun silabus muatan lokal sejarah daerah bekerja sama dengan sejarawan, budayawan, dan lembaga seperti UIN Datokarama, Alkhairaat, dan Dinas Kebudayaan.
Menerbitkan buku ajar sejarah lokal berisi kisah tokoh dan peristiwa penting di Palu dan Sulteng.
Mengintegrasikan kegiatan lapangan: kunjungan edukatif ke situs sejarah dan budaya lokal.
Melibatkan media dan komunitas seni-budaya untuk memperkaya narasi sejarah dengan film dokumenter, pementasan, atau festival lokal.
6. Penutup
Mewariskan sejarah lokal bukan sekadar menjaga masa lalu, tapi menuntun masa depan.
Di tanah di mana Dato’ Karama menanamkan cahaya Islam, di mana Guru Tua menyalakan pelita ilmu, dan di mana pahlawan serta seniman bangkit membangun identitas daerah di sanalah seharusnya pendidikan menemukan akarnya.
Sejarah Palu dan Sulawesi Tengah adalah milik generasi muda. Kini saatnya kita menulisnya kembali bukan hanya di batu nisan, prasasti tetapi juga di halaman buku pelajaran para pelajar - penerima tongkat estafet Bangsa. (*)
Apa Reaksimu?


