UMP 2026 Sulteng Bisa Tembus Rp3 Juta Lebih

Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulteng 2026, Dewan Pengupahan Sulawesi Tengah (Sulteng) telah menggelar pra pembahasan UMP di Palu, Sabtu 29 November 2025.

Des 2, 2025 - 06:08
 0
UMP 2026 Sulteng Bisa Tembus Rp3 Juta Lebih
Suasana rapat pra pembahasan UMP 2026 yang dilakukan Dewan Pengupahan Provinsi Sulteng di Palu, Sabtu 29 November 2025. FOTO: IST

PALU, METROSULAWESI.NET- Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulteng 2026, Dewan Pengupahan Sulawesi Tengah (Sulteng) telah menggelar pra pembahasan UMP di Palu, Sabtu 29 November 2025.

Rapat pra pembahasan UMP 2026 tersebut dipimpin Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulteng, Arnold Firdaus selaku Ketua Dewan Pengupahan didampingi Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja Dinas Nakertrans Sulteng, Firdaus Karim, serta sejumlah pejabat lainnya. Hadir pula perwakilan Serikat Pekerja dan Ketua Apindo Sulteng, Chandra Wijaya dan jajaranya.

Firdaus Karim dalam pemaparannya membeberkan sejumlah opsi besaran kenaikan UMP 2026 berdasarkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan alfa yang besarannya mulai dari 0,20 hingga 0,70.

“Jika kita menggunakan rumusan alfa 0,2, maka akan terjadi kenaikan sebesar Rp163 ribu lebih atau sebesar 5,51 persen dari UMP sebelumnya, sehingga UMP 2026 menjadi Rp3 juta lebih,” kata Firdaus.

Sebelumnya dalam arahannya, Arnold Firdaus, menegaskan bahwa penetapan upah harus tetap mengacu pada tujuan utama: memastikan kelayakan hidup pekerja di seluruh daerah.

Wijaya Chandra menyampaikan kondisi riil dunia usaha di Sulteng yang masih timpang. Ia mencontohkan perbedaan mencolok antara Kabupaten Buol dan Morowali, di mana kehadiran industri pertambangan membuat struktur UMR berbeda jauh.

“Ekonomi Sulteng memang tumbuh, tetapi kondisi di lapangan belum merata. Regulasi juga sering tidak sinkron,” ujarnya, sembari memberikan analogi keberhasilan Vietnam yang memiliki regulasi satu komando.

Dari sisi lain, Korwil KSBSI Sulteng, Karlan dan Sekretarisnya Rismawan menegaskan bahwa serikat pekerja masih menunggu surat edaran resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait usulan kenaikan UMR.

Korwil SBSI, Hendri Hutabarat, menilai konsep keseimbangan yang dibahas sudah tepat, namun menyoroti bahwa sistem SUSU (Struktur dan Skala Upah) masih belum benar-benar diterapkan di perusahaan.

Padahal, SUSU merupakan komponen penting dalam regulasi pengupahan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan PP No. 78 Tahun 2015.

Ketua FSPMI Sulteng, Lukius Todama menyoroti persoalan BPJS Ketenagakerjaan, terutama ketidaksesuaian antara nominal UMR dan angka yang didaftarkan perusahaan.

“Pekerja sering dirugikan. Kami cenderung memilih nilai UMR yang tertinggi untuk perlindungan pekerja,” tegasnya.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Sulteng, Lucky, menyatakan siap menerima masukan. Ia menegaskan bahwa regulasi pendaftaran upah BPJS sepenuhnya berada pada pelaksanaan di perusahaan, sehingga perlu pengawasan lebih intensif.

Diakhir pertemuan tersebut, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Nakertrans Sulteng, Firdaus Karim menyebutkan bahwa dari dialog ini diharapkan terciptanya keseimbangan antara keberlangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja, sambil menunggu keputusan final UMP 2026 dari pemerintah pusat. (din)

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow