BRMS Tolak Berbagi Lahan Untuk Tambang Rakyat Poboya

Impian warga Poboya untuk mendapatkan lahan 200 hektar tambang emas terancam batal. Menyusul sikap Bumi Resourse Minerals (BRMS) yang menolak menciutkan lahan kontrak karya PT Citra Palu Mineral (CPM).

Agustus 27, 2025 - 21:31
 0
BRMS Tolak Berbagi Lahan Untuk Tambang Rakyat Poboya
Perwakilan masyarakat Poboya mendatangi kantor BRMS di Menara Bakrie Tower Jakarta, Selasa 26 Agustus 2025. Mereka diterima Direktur Legal Bumi Resourse Minerals (BRMS) Muhammad Sulthon. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, METROSULAWESI.NET - Impian warga Poboya untuk mendapatkan lahan 200 hektar tambang emas terancam batal. Menyusul sikap Bumi Resourse Minerals (BRMS) yang menolak menciutkan lahan kontrak karya PT Citra Palu Mineral (CPM).

Penolakan penciutan lahan itu disampaikan Direktur Legal Bumi Resourse Minerals (BRMS) Muhammad Sulthon kepada tokoh Adat Poboya dan dan tokoh masyarakat lingkar tambang Poboya yang mendatangi kantor BRMS di Menara Bakrie Tower Jakarta, Selasa 26 Agustus 2025. 

Kedatangan perwakilan masyarakat Poboya sebenarnya bertujuan menagih janji Direktur Legal Bumi Resourse Minerals (BRMS) Muhammad Sulthon yang sempat disampaikannya di depan perwakilan masyarakat Poboya di kantor PT. CPM saat peresmian underground pada hari Selasa, 20 Mei 2025 yang lalu. Kala itu dia menjajikan penciutan lahan untuk tambang emas warga Poboya.

Yang mengagetkan keputusan Muhammad Sulthon justru berbalik 180 derajat. Dalam pertemuan tersebut dia menegaskan PT. CPM tidak bisa menciutkan lahan kontrak karya seperti yang diusulkan masyarakat Poboya.


Sebagai gantinya, Sulthon menawarkan skema kerjasama antara perusahaan dengan masyarakat setempat untuk mengcover kebutuhan masyarakat Poboya dan lingkar tambang.  

Sontak saja tawaran yang disampaikan Sulthon itu langsung ditolak oleh perwakilan masyarakat Poboya. Alasan mereka, karena tidak ada jaminan kerjasama tersebut akan tetap permanen dan bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat. 

“Intinya kedatangan kami di kantor ini adalah meminta persetujuan atau dalam bentuk rekomendasi penciutan lahan kontrak karya. Itu sudah harga mati dan ini amanah yang dititipkan masyarakat kepada kami,” tandas Tokoh Masyarakat Poboya, Sofyar dalam pertemuan itu.

“Jadi apapun keputusan hari ini, maka itu juga yang akan kami sampaikan kepada masyarakat. Sikap dan keputusan apa yang kami terima hari ini menentukan apa yang akan terjadi setelah kami Kembali ke Palu,” kata Sofyar.

Dua tokoh Poboya lainnya, Sophian Aswin dan Idiljan Djanggola menguatkan pendapat Sofyar tersebut. Keduanya mengatakan, masyarakat Poboya dan penambang tidak ingin disebut penambang ilegal atau mencuri emas di tanah ulayat mereka. 

“Saya terpaksa turun gunung untuk memperjuangkan ini. Jika tidak tercapai apa yang menjadi tuntutan kami dalam hal menagih janji waktu di kantor CPM, maka saya siap menjadi pemimpin massa untuk protes CPM di Palu,” kata Sophian.

“Jangan salahkan kami jika terjadi hal-hal di luar keinginan kita bersama. Kalau CPM bisa menambang kenapa rakyat tidak bisa,” tambah Sophian menegaskan.

Koordinator Rakyat Lingkar Tambang, Kusnadi Paputungan yang juga hadir pada pertemuan itu, mengingatkan, kehadiran CPM di Poboya membuat masyarakat Poboya, lingkar tambang dan penambang diperlakukan tidak adil dan diskriminatif. 

“Mereka disebut-sebut penambang ilegal, PETI dan sebagainya. Dituduh mencuri di kampungnya sendiri. Saya mau tegaskan bahwa di sana tidak ada keadilan bagi rakyat atas sumberdaya alam, dan ini adalah langkah yang harus kami lakukan untuk memastikan apakah pihak CPM betul-betul konsisten bersedia menciutkan lahan kontrak karya yang selanjutkan diajukan ke pemerintah untuk diproses,” kata Kusnadi.

Tokoh Poboya lainnya, Muhammad Arfan langsung memperlihatkan surat dukungan rakyat Poboya dan lingkar tambang yang ditandatangani lebih dari 2.000 orang ke direktur legal BRMS. 

“Ini adalah bentuk dukungan nyata dari masyarakat yang diamanahkan kepada kami dan ini masih terus bertambah. Ini amanah yang sangat berat karena menyangkut nasib ribuan warga yang menggantungkan hidupnya di tambang rakyat,” tukas Arfan.

Mohammad Amin Panto menyatakan, lahan di areal PT. CPM adalah lahan milik masyarakat, dan demo tanggal 20 Mei 2025 lalu, warga menutup semua akses jalan menuju ke lokasi perusahaan. Lahan yang ditutup itu merupakan tanah milik masyarakat dan tanah ulayat adat Poboya. 

“Karena janji bersedia menciutkan kontrak karya, maka akses jalan dibuka kembali dan menindaklanjuti komunikasi kami dengan pemerintah daerah walikota dan gubernur sehingga kami hadir disini untuk mengambil dukungan administrasi untuk menjadi usulan kami ke pemerintah,” tutup Amin. (*)

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow