Digitalisasi dan Globalisasi: Pedang Bermata Dua bagi Bangsa Indonesia

Oleh: Mohsen Hasan Alhinduan (Pemerhati Sosial,Politik,Budaya & Isu Global -Dewan Pakar DPP Partai NasDem)

Agustus 28, 2025 - 11:09
 0
Digitalisasi dan Globalisasi: Pedang Bermata Dua bagi Bangsa Indonesia
Mohsen Hasan Alhinduan

KITA hidup di era yang serba digital dan serba global. Dari belanja harian, belajar, hingga berdiskusi politik, hampir semua berlangsung di layar. Globalisasi mempercepat arus budaya, ideologi, dan barang melintasi batas negara. Digitalisasi menjadi mesinnya.

Indonesia berada di jantung perubahan ini. Dengan ratusan juta penduduk yang terkoneksi internet, kita punya peluang besar. Namun, mari kita jujur: apakah rakyat kita sudah benar-benar siap?

Krisis Etika di Era Digital

Media sosial membuka ruang demokrasi. Semua orang bisa bicara, semua bisa berkomentar. Tetapi di balik kebebasan itu, etika kerap tergerus. Ujaran kebencian dan hoaks menyebar cepat, mengalahkan fakta. Sopan santun yang menjadi warisan budaya kita semakin jarang terlihat. Budaya instan merajalela: klik cepat, komentar cepat, marah pun cepat.


Etika konsumsi juga berubah. Rakyat makin konsumtif, mudah terbawa tren global, bahkan terjebak dalam budaya pamer digital. Yang penting viral, bukan substansi.

Pergeseran Pola Pikir

Digitalisasi membuat sebagian rakyat kita lebih kritis, melek informasi, bahkan bisa belajar mandiri. Namun, tak sedikit pula yang mudah terseret emosi karena banjir hoaks.

Globalisasi menekankan individualisme. Nilai gotong royong jiwa bangsa ini perlahan terkikis. Solidaritas memang muncul dalam bentuk donasi online atau kampanye digital, tetapi kehangatan musyawarah tatap muka makin hilang.

Generasi muda kita pun menghadapi dilema. Mereka fasih budaya asing, tapi sering lupa budaya sendiri. Inilah ancaman nyata: krisis identitas nasional.

Jalan Keluar: Revolusi Etika Digital

Kita tidak bisa menolak digitalisasi dan globalisasi. Tetapi kita bisa mengelolanya. Caranya adalah revolusi etika digital. Yaitu: Literasi digital harus mencakup etika, bukan sekadar kemampuan teknis; Nilai Pancasila dan kearifan lokal harus dihidupkan kembali di ruang digital; Pendidikan harus melatih critical thinking agar rakyat tidak mudah terprovokasi; Konten Nusantara, budaya lokal, dan narasi positif harus diproduksi lebih masif agar tidak kalah oleh banjir budaya asing.

Digitalisasi dan globalisasi adalah pedang bermata dua. Ia bisa membuka jalan menuju kejayaan, atau justru menyeret kita ke krisis etika dan identitas.

Bangsa ini harus memilih: hanya jadi konsumen tren global, atau menjadi aktor yang mengarahkan masa depan. Indonesia tidak boleh sekadar ikut arus. Kita harus berani menegakkan karakter, etika, dan jiwa Indonesia di tengah dunia yang serba cepat ini.

Jakarta : 28 Agustus 2025

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow