Haerana, Guru SMAN 5 Palu Melawan Arogansi Sang Kepsek

Haerana Sanusi, salah satu guru sejarah di SMA Negeri 5 Palu diduga mengalami perlakuan yang tidak adil dari kepala sekolahnya, Drs Salim MM. Akibatnya, kepangkatan Haerana mentok di IIIC yang mestinya sudah naik di IVB.

Sep 8, 2025 - 20:08
 0
Haerana, Guru SMAN 5 Palu Melawan Arogansi Sang Kepsek
Haerana Sanusi. (Foto: Dok)

PALU, METROSULAWESI.NET - Haerana Sanusi, salah satu guru sejarah di SMA Negeri 5 Palu diduga mengalami perlakuan yang tidak adil dari kepala sekolahnya, Drs Salim MM. Akibatnya, kepangkatan Haerana mentok di IIIC yang mestinya sudah naik di IVB.

Haerana mengatakan, perlakuan yang tidak adil dirasakannya setelah dia menolak dipindahkan mengajar ke sekolah lain. Kala itu, ada seorang guru honorer sejarah yang ‘dipaksa’ masuk oleh kepala sekolah melalui jalur P3K. Padahal saat itu tidak ada formasi pemerimaan guru sejarah di SMA 5 Palu.

“Kejadian tahun 2021. Saya diminta kepala sekolah untuk keluar dulu dari dari data Dapodik SMA 5, karena ada P3K mau ikut ujian,” kata Haerana kepada Metrosulawesi, Sabtu 6 September 2025.

“Istilahnya karena saat itu saya masih dianggap titipan dinas. Kepala sekolah bilang nanti kalau sudah lulus si P3K ini, kau saya tarik ulang,” tambah Haerana. 


Karena didesak, Haerana mengiyakan permintaan sang kepala sekolah. Namun, dia minta agar dirinya tidak dipindahkan ke dapodik sekolah asalnya, SMA 9 Palu. 

Salim mengeluarkan Haerana dari Dapodik SMA 5 dan memindahkannya ke SMA 9, tepat pada saat liburan sekolah. Hal itu diketahuinya atas informasi yang disampaikan oleh rekannya di SMA 9 Palu.

“Temannya itu menginformasikan bahwa nama saya terdaftar di Dapodik SMA 9 Palu,” kata Haerana.

Untuk memperoleh kejelasan informasi itu, Haerana kemudian menanyakan ke petugas bagian IT Dinas Pendidikan Provinsi. Oleh petugas tersebut, Haerana diperlihatkan data di system computer bahwa namanya masih terdaftar di Dapodik SMA 5 Palu.

Informasi ini kemudian dilaporkan langsung Haerana ke SMA 5. Namun sang kepala sekolah tetap ngotot, agar Haerana harus dikeluarkan dari SMA 5 Palu.

Karena tak tahan menghadapi arogansi sang kepala sekolah, Haerana mengaku terpaksa meminta bantuan ayah angkatnya bernama Azizudin untuk memediasi.

“Tapi tidak menyelesaikan masalah. Kepala sekolah malah marah. Dia kecewa karena persoalan diadukan ke orang luar,” kata Haerana.

Haerana yang terus diperlakukan tidak adil, kemudian mengadukan hal itu ke anggota DPRD Sulteng, Alimudin Pa’ada. Namun, tetap tidak bisa. Kepala sekolah bergeming dari sikapnya yang tetap arogan.

Tak tahan dengan sikap kepala sekolah, Haerana mengalah dan kemudian mengurus kepindahannya di Dinas Pendidikan. Tak disangka, kata Haerana, saat dia menghadap Astaman (salah satu staf Dinas Pendidikan Sulteng), tiba-tiba map yang dibawa Astaman terjatuh berserakan.

“Saya bantu memungut, dan pada saat itulah saya menemukan SK definitif atas nama saya,” kata Haerana.

“Saat itu saya sempat tanyakan ke pak Astaman, pak kenapa SK ini tidak diantar ke saya. Pak Astaman menjawab, ‘saya tidak punya nomor telepon’,” kata Haerana mengutip Astaman.

“Di SK itu rupanya, saya sudah diangkat secara definitif mengajar di SMA Negeri 5 Palu terhitung sejak 1 Januari 2020, tapi SK itu tidak pernah disampaikan ke saya,” tambah Haerana.

SK yang ditandatangani Kepala Badan Kepegawaian Sulteng, Asri itu, tertanggal 11 Desember 2019. Haerana mengarakan, SK tersebut sudah sempat diperlihatkan ke kepala sekolah oleh Razak (Wakasek Kurikulum). Namun oleh kepala sekolah menganggap SK itu palsu. 

Perlakuan Tak Adil

Selama mengajar di SMA 5 Palu Haerana mengaku mendapat perlakuan yang tidak adil. Hak-haknya sebagai guru pengajar tidak diberikan. Misalnya, Haerana tidak diberi hak menjadi guru wali. Padahal ini adalah syarat untuk memperoleh tunjangan sertifikasi. 

Haerana yang bertatus sebagai ASN itu pernah jadi guru wali, tapi tiba-tiba dicopot dan digantikan oleh guru P3K. 

Tidak itu saja, Haerana juga tidak diberi waktu jam mengajar yang tidak seharusnya. Semestinya mendapat 24 jam mengajar, tetapi hanya diberi 16-19 jam, sehingga Haerana harus mencari sekolah lain untuk memenuhi 24 jam mengajar.

Begitu juga nilai-nilainya dibuat paling bawah, sehingga menyebabkan karir ASN-nya tertahan. Dalam empat tahun ini, mestinya sudah naik ke IVb tapi masih tertahan di IIIc. Padahal kata Haerana, dirinya tidak pernah absen mengajar. Dia tetap masuk mengajar meskipun anaknya dalam keadaan sakit.

Haerana pun merasa tidak enak dengan perkataan sang kepala sekolah yang bernada ancaman.

“Kepala sekolah pernah bilang ‘saya tidak membutuhkan kau, tapi kamu membutuhkan kepala sekolah’,” kata Haerana.

Terkait dengan perlakuan tidak adil itu, sumber Metrosulawesi di sekolah itu membenarkan. Menurutnya, pemberian nilai paling standar itu adalah perintah kepala sekolah.

“Beliau itu (kepala sekolah,red) tidak mau lagi berkaitan dengan masalah berkasnya Haerana. Pak Salim (kepala sekolah,red) minta jangan dikasih nilai,” kata sumber itu.

Namun setelah dimediasi, kata sumber itu, akhirnya sang kepala sekolah sedikit mengalah dengan mengatakan cukup diberi nilai paling standar saja.

Sumber itu mengaku tidak tahu soal kesalahan Haerana yang menyebabkan sang kepala sekolah bertindak seperti itu. Sebab, selama ini Haerana tetap rajin mengajar. Sumber itu mengaku penilaian kepala sekolah tidak objektif terhadap Haerana.

Sumber itu juga membenarkan gaya kepemimpinan sang kepala sekolah membuat guru-guru merasa terancam.

“Pak kepala sekolah biasanya bilang, kalau begini kinerjanya nanti dinol-jam-kan lah. Ya, tidak dikasih jam (mengajar),” kata sumber itu.

Reporter: Udin Salim

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow