Pertanahan Touna Diminta Stop Pengukuran Tanah Bersengketa, Fariz: Berbahaya Bagi Proses Hukum

- Advokat Fariz Samin dari Law Firm Salmin Hedar & Associates memprotes keras pengukuran tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-Una (Touna). Padahal telah ada dua surat pencegahan resmi yang dilayangkan pada 2 Oktober 2023 dan 7 Februari 2025.

Agustus 16, 2025 - 17:22
Agustus 16, 2025 - 17:22
 0
Pertanahan Touna Diminta Stop Pengukuran Tanah Bersengketa, Fariz: Berbahaya Bagi Proses Hukum
Fariz Salmin selaku Kuasa Hukum salah satu pihak ahli waris (Alm. Engel Tandayong) . FOTO: DOK PRIBADI

AMPANA, METROSULAWESI.NET- Advokat Fariz Samin dari Law Firm Salmin Hedar & Associates memprotes keras pengukuran tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-Una (Touna). Padahal telah ada dua surat pencegahan resmi yang dilayangkan pada 2 Oktober 2023 dan 7 Februari 2025.

“Objek tanah yang menjadi sasaran pengukuran tersebut tidak hanya berstatus sengketa perdata, namun juga terkait perkara pidana yang tengah berjalan,” kata Fariz Salmin selaku Kuasa Hukum salah satu pihak ahli waris (Alm. Engel Tandayong) dalam keterangan tertulisnya yang diterima metrosulawesi.net, Sabtu 16 Agustus 2025.

Fariz pun menjelaskan soal tanah tersebut. Dalam jalur perdata, gugatan salah satu pihak telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Poso, dan putusan tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah dan dalam kasasi (Putusan Mahkamah Agung RI) dinyatakan Niet Onvankelijke verklaard), akan tetapi dalam pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI pada halaman 10 mengakui keabsahaan Akta Notaris No. 232 tanggal 24 September 2018, dimana harta warisan belum terbagi. Termasuk juga tanah yang dimohonkan oleh saudari Yuliana Tandayong  mengenai baliknama waris maupun permohonan SHM baru.

Di jalur pidana lanjut Fariz, sebagian harta (yang termuat dalam lampiran Akta Notaris No. 232 tanggal 24 September 2018) telah disita oleh aparat kepolisian sebagai barang bukti dalam dugaan tindak pidana yang masih dalam proses penyidikan.


“Tanah yang menjadi objek pengukuran merupakan bagian dari harta bersama dua almarhum yang masih bersaudara yaitu almarhum Engel Tandayong dan almarhum Hermin Tandayong, yang diperoleh dari hasil usaha bersama, status tanah ini secara hukum masih menunggu pembagian waris yang sah sebelum dapat dilakukan pengalihan hak (baliknama waris) atau penerbitan sertipikat baru,” jelas Fariz.

Hal ini lanjut Fariz, sejalan dengan Akta Pernyataan No. 232 tanggal 24 September 2018 yang dibuat di hadapan Notaris di Ampana, yang menyatakan seluruh tanah-tanah/bangunan milik Engel Tandayong dan Hermin Tandayong adalah hak bersama. “Artinya para ahli waris dari kedua belah pihak  tersebut terlebih dahulu harus dilakukan pembagian,” ujarnya.

Ketentuan tersebut, juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada Pasal 42 ayat (4) Jo. Pasal 51 ayat (1) dalam penjelasannya  menyatakan: “pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain, perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara pemegang hak bersama tersebut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama seringkali yang menjadi pemegang hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang hak bersama”.

“Pertanyaan publik timbul, mengapa Engel Tandayong dan Hermin Tandayong membuat surat pernyataan di hadapan Notaris mengenai tanah-tanah yang mereka dapatkan dari usaha Toko Indah Jaya? Karena orang tua sudah mengetahui pasti akan terjadi konflik pertanahan yang dilakukan para ahli warisnya dikemudian hari, maka dari itu mereka membuat surat pernyataan tersebut,” jelasnya.

Fariz menyerukan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-una untuk menghentikan seluruh proses pengukuran tersebut, karena  pengukuran di atas objek tanah yang jelas-jelas masih bersengketa bukan hanya berpotensi melanggar asas kepastian hukum, tetapi juga dapat menjadi pintu masuk bagi penyalahgunaan kewenangan.

“Kami melihat tindakan ini sebagai sinyal berbahaya bahwa proses hukum dapat diabaikan begitu saja oleh instansi yang seharusnya menjunjung hukum,” tegas Fariz.

“Kami menilai, jika praktik seperti ini dibiarkan, akan timbul preseden buruk di mana surat pencegahan resmi dianggap sekadar formalitas tanpa kekuatan mengikat. Hal ini tentu mengancam kepercayaan publik terhadap lembaga pertanahan sebagai penjaga administrasi hukum agrarian,” tambah Fariz.

Lebih lanjut, pihaknya mendesak agar Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-Una segera menghentikan seluruh proses pengukuran, balik nama, dan penerbitan sertipikat atas objek tanah Hermin Tandayong yang masih bersengketa sampai telah dilakukan pembagian oleh ahli waris Engel Tandayong dan ahli waris Hermin Tandayong dan setiap langkah administrasi yang mengabaikan hak tersebut sama saja dengan merusak sendi-sendi keadilan.

“Ini bukan sekadar soal tanah. Ini soal kepastian hukum, soal penghormatan terhadap proses peradilan, dan soal kepercayaan publik kepada institusi negara. Mengabaikannya sama saja membiarkan hukum menjadi sekadar formalitas tanpa makna,” pungkas Fariz. (*)

 

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow