Abolisi dan Amnesti: Manuver Rekonsiliatif Prabowo Menyatukan Kekuatan Bangsa

Oleh: Mohsen Hasan A*

Agustus 1, 2025 - 08:42
 0
Abolisi dan Amnesti: Manuver Rekonsiliatif Prabowo Menyatukan Kekuatan Bangsa
Dr.Mohsen Hasan Alhinduan,Lc.MA

PEMERINTAH melalui Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, mengumumkan pemberian abolisi kepada eks Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjelang perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Langkah ini bukan sekadar gestur hukum, tapi bagian dari strategi besar politik Prabowo Subianto dalam mengelola perbedaan, menyatukan kekuatan nasional, dan menjinakkan ketegangan politik pasca-Pemilu 2024.

Dua Wajah, Satu Tujuan: Rekonsiliasi

Abolisi kepada Tom Lembong, tokoh teknokrat pasar dan mantan menteri Jokowi, merupakan sinyal bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran ingin merangkul kembali kelompok profesional yang selama ini bersikap kritis, bahkan oposisi. Sementara itu, amnesti kepada Hasto Kristiyanto, tokoh kunci PDIP yang kerap mengkritik arah politik pemerintahan, menunjukkan kesediaan membuka ruang damai bahkan kepada rival politik utama.

Di mata publik, keputusan ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak terpancing untuk membalas kritik dengan tekanan, tetapi justru membalas dengan jalan pemulihan dan penghormatan terhadap stabilitas nasional.

“Dalam sejarah politik, kekuatan terbesar bukanlah membalas serangan, tapi menjadikan lawan sebagai mitra dalam membangun negeri.”

Prabowo dan Seni Merangkul Lawan

Sikap politik Prabowo Subianto dalam beberapa bulan terakhir patut dicatat sebagai contoh kecerdasan dalam mengelola kekuasaan. Alih-alih memperuncing polarisasi, ia menunjukkan kematangan sebagai negarawan dengan strategi konsolidatif: merangkul, bukan memukul.

Dengan rekam jejaknya sebagai mantan jenderal dan figur yang pernah dua kali menjadi oposisi keras, Prabowo kini memainkan peran sebaliknya—membangun jembatan politik antar-kubu, tidak hanya demi kelanggengan kekuasaan, tapi juga demi persatuan bangsa. Ini adalah seni memimpin dalam lanskap politik yang penuh luka pasca-pemilu.

Langkah ini juga merefleksikan transisi Prabowo dari politisi kompetitif menjadi pemimpin inklusif, yang siap menanggalkan dendam politik dan lebih memilih rekonsiliasi.

Politik Pemulihan, Bukan Impunitas

Meski demikian, masyarakat sipil harus tetap kritis. Abolisi dan amnesti jangan sampai menjadi instrumen impunitas atau tukar-menukar kepentingan. Harus ada transparansi atas kasus yang menimpa Tom dan Hasto, sehingga publik tidak merasa kecerdasan politik ini dibangun di atas kabut transaksi kekuasaan.

Namun selama niat dan prosesnya mengedepankan kepentingan bangsa, dan bukan kepentingan segelintir elite, maka kebijakan ini patut diapresiasi.

Menatap 17 Agustus: Momen Persatuan

Pemberian abolisi dan amnesti menjelang HUT RI adalah pesan simbolik kuat: bahwa kemerdekaan tidak hanya mengenang perjuangan masa lalu, tetapi juga tentang merawat persatuan hari ini. Prabowo tampaknya menyadari bahwa konflik politik yang dibiarkan berlarut hanya akan merugikan agenda besar Indonesia ke depan, mulai dari pertahanan, ekonomi, sampai transformasi sosial.

Kesimpulan: Politik Waras dalam Republik yang Luka

Dalam suasana politik yang rentan, sikap “memeluk lawan” yang dilakukan oleh Prabowo adalah isyarat bahwa demokrasi Indonesia masih menyimpan harapan. Bahwa politik tidak selalu harus tajam dan memecah belah, tetapi bisa menjadi alat penyembuhan.

Dan dalam hal ini, Prabowo Subianto tampil bukan hanya sebagai pemegang kekuasaan, tetapi juga sebagai arsitek persatuan nasional.

Sebuah langkah cerdas—dan langka—di tengah arus kerasnya kompetisi politik Indonesia.

Catatan Penting yang harus dicermati :

Publik tetap berhak menuntut keterbukaan dalam setiap kebijakan abolisi dan amnesti. Rekonsiliasi sejati tidak boleh meniadakan keadilan, tapi menyelaraskannya demi masa depan bersama.

Jumat 01 Agustus 2025

*) Tim Pemerhati Sosial, Politik, Budaya & Isu Global Nasional.

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow