Ketika Negara Menjadi Pemungut Yang Rakus

Oleh: Mohsen Hasan A*

Agustus 12, 2025 - 17:18
 0
Ketika Negara Menjadi Pemungut Yang Rakus
Mohsen Hasan A

GERAKAN Pati Bersatu (GERPAB) atau Aliansi Masyarakat Pati Bersatu muncul sebagai reaksi langsung terhadap keputusan kenaikan PBB-P2 sebesar 250 % di Kabupaten Pati. Mereka berhasil membatalkan kebijakan itu lewat unjuk rasa, tetapi cakupan dan konteksnya sangat lokal—yakni menyoroti ketidakadilan fiskal di Pati.

Kita menyadari di setiap sudut negeri, rakyat dipungut. Pajak untuk tanah, pajak untuk usaha, pajak untuk gerobak, pajak untuk bensin, bahkan pajak untuk mati. Semua diberlakukan dengan satu alasan klise: demi pembangunan. Tapi pembangunan untuk siapa? Rakyat hanya kebagian foto peresmian dan spanduk ucapan terima kasih, sementara keuntungan sesungguhnya masuk ke kantong segelintir orang.

Korupsi sudah seperti udara—tak terlihat, tapi terhirup di mana-mana. Dari proyek jalan yang cepat rusak, dana bansos yang menguap, sampai kuota haji yang diperdagangkan seperti komoditas pasar gelap. Para pelaku jarang benar-benar masuk penjara. Kalau pun masuk, pintu keluar selalu terbuka sebelum waktunya. Hukum kita punya dua wajah: keras untuk rakyat kecil, lentur untuk para penguasa.

Di kursi pemerintahan, jabatan bukanlah amanah, melainkan hadiah. Hadiah untuk tim sukses, kerabat, atau sekadar kawan minum kopi di masa kampanye. Merangkap jabatan jadi biasa, meski logika publik tahu: tak ada manusia yang bisa bekerja penuh untuk dua atau tiga kursi sekaligus, kecuali kursi itu hanya untuk simbol kuasa.

Sementara itu, jurang ekonomi makin lebar. Di kota-kota besar, apartemen mewah tumbuh seperti jamur di musim hujan. Di desa-desa, anak-anak putus sekolah karena orang tuanya tak sanggup membayar seragam. Pedagang kecil dipaksa bayar pajak, sementara perusahaan besar bisa tersenyum lebar karena diberi keringanan.

Inilah negeri yang sedang bermain api. Pemerintah sibuk menagih, tapi lupa bahwa rakyat yang lapar dan terdesak tak akan selamanya diam. Amarah yang terpendam bisa berubah menjadi gelombang, dan gelombang itu tak kenal kompromi. Ia akan menyapu bersih, tak peduli siapa yang berdiri di depannya.

Negara hanya punya dua pilihan: memperbaiki diri sebelum badai datang, atau menunggu badai itu menghancurkan segalanya. Karena rakyat mungkin sabar, tapi kesabaran mereka bukan tanpa batas. Dan ketika batas itu lewat, sejarah selalu mencatat: yang rakus, yang lalim, dan yang tuli terhadap suara rakyat—akan tumbang.

"Rakyat bukan bodoh, bukan lemah,

Tapi saatnya tiba, mereka akan bangkit.

Mengadili para penghianat dengan tegas,

Menuntut keadilan yang sejati."

"The people aren't foolish, aren't weak,

When the time comes, they'll rise.

Judging traitors firmly,Demanding true justice."

Jakarta, 12 Agustus 2025

*) Pemerhati Sosial,Politik,Budaya & Isu Global - Dewan Pakar NasDem

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow