Zohran Mamdani dan Cermin untuk Indonesia: Ketika Politik Lama Tak Lagi Mampu Menyentuh Jiwa Rakyat

Oleh: Mohsen Hasan A, Pemerhati Sosial, Politik, Budaya & Isu Global - Dewan Pakar Pusat Partai Nasdem

Nov 6, 2025 - 05:25
 0
Zohran Mamdani dan Cermin untuk Indonesia: Ketika Politik Lama Tak Lagi Mampu Menyentuh Jiwa Rakyat
Mohsen Hasan A

SEBUAH pertemuan hangat berlangsung  antara Surya Paloh, tokoh politik senior sekaligus Ketua Umum Partai NasDem, dan Peter F. Gontha, sosok multitalenta yang dikenal sebagai birokrat, pengusaha, sekaligus politisi berpengaruh di Nasdem Tower. Diskusi ini berlanjut disebuah kediaman elit politik dihadiri juga oleh sejumlah tokoh elit dari Partai Demokrat PKS,PKB dan politisi lainnya, membahas dinamika politik, ekonomi, sosial, budaya, serta isu-isu global yang tengah memengaruhi arah kebijakan nasional.

Dalam suasana penuh keakraban dan visi kebangsaan, para tokoh sepakat bahwa Indonesia terus belajar dan beradaptasi dari negara-negara maju di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yang dinilai mampu menghadirkan daya tarik tersendiri di mata para pemimpin dunia.

Sementara itu, dari panggung global muncul kabar bersejarah: Zahran Mamdani berhasil mencetak prestasi luar biasa dengan terpilih sebagai Wali Kota Muslim pertama dan keturunan Asia Selatan pertama di New York City, sekaligus menjadi salah satu wali kota termuda dalam sejarah kota tersebut.

Kemenangannya kian bermakna karena diraih di tengah dukungan besar mantan Presiden Donald Trump dan miliarder teknologi Elon Musk terhadap lawannya, Andrew Cuomo.

Kisah Mamdani menjadi simbol kebangkitan generasi muda dunia bahwa kepemimpinan baru dengan nilai keberagaman, keberanian, dan integritas kini menjadi arus utama perubahan global.

Fenomena Mamdani: Politik Baru, Bahasa Baru

Kemenangan Zohran Mamdani di New York tidak sekadar berita internasional ia adalah simbol pergeseran zaman politik.

Generasi muda menolak model lama yang hanya menonjolkan pengalaman, jaringan, dan kekuasaan uang. Mereka mencari politisi yang hidup di tengah realitas rakyat, bukan yang berbicara dari podium kemewahan.

Mamdani menang dengan isu konkret, bukan retorika ideologis: pembekuan sewa, transportasi gratis, makanan terjangkau, dan pajak adil.Itulah politik baru politik yang berbicara dalam bahasa kehidupan sehari-hari.

 

Mengapa Ini Relevan untuk Indonesia

Politik Indonesia hari ini masih sangat didominasi oleh: Wajah-wajah lama, yang tampil di setiap kontestasi dengan narasi “pengalaman” dan “stabilitas”; Sistem patronase yang masih kuat di mana dukungan politik dihitung dari loyalitas dan bukan kapasitas; Kampanye pencitraan, bukan substansi program.

Namun, basis pemilih Indonesia kini mayoritas adalah generasi muda (Gen Z dan Milenial), yang pola pikirnya jauh berbeda. Mereka lebih terbuka, digital, cepat menilai ketulusan, dan tidak takut mengkritik. Jika elite politik tidak berubah, mereka akan menghadapi “gelombang sunyi” ketidakpercayaan publik yang berujung pada apatisme atau perlawanan ideologis.

Kemenangan Mamdani mengingatkan: Ketika generasi muda merasa tidak diwakili, mereka tidak hanya diam mereka akan membentuk pemimpin sendiri.

 

a. Politik uang dan simbol agama tak lagi  cukup.

Gen Z Indonesia tumbuh di tengah krisis kepercayaan. Mereka tidak lagi mudah terpesona oleh simbol religius atau serangan isu moral. Mereka menilai dari tindakan dan konsistensi nilai.

Figur yang “religius di panggung, tapi pragmatis di belakang layar” kini justru menjadi bahan sindiran publik digital.

b. Keberpihakan nyata lebih kuat dari janji besar.

Seperti Mamdani, pemimpin masa depan Indonesia harus berani mengambil risiko berpihak pada rakyat kecil.

Bukan sekadar membagi bantuan, tapi mengubah struktur: harga pangan, akses kerja, kualitas pendidikan, dan keberanian melawan kartel ekonomi yang menindas.

c. Narasi moral harus dihidupkan kembali.

Politik Indonesia sedang kehilangan narasi etis. Padahal masyarakat haus akan pemimpin yang punya integritas, kesederhanaan, dan empati sosial.

Mamdani menang karena ia membawa moralitas baru ke ruang publik bukan moral yang menghakimi, tapi moral yang menegakkan keadilan.

- Peran Partai: Antara Adaptasi dan Keberanian

Partai-partai politik di Indonesia harus membaca sinyal ini dengan jernih.

Kemenangan Mamdani menunjukkan bahwa partai yang berani memberi ruang bagi kader muda progresif akan menuai kepercayaan baru.

Jika partai terus dikuasai elit lama, lambat laun akan kehilangan daya magnet. Sebaliknya, jika mulai memberi ruang bagi generasi yang mampu berbahasa data, teknologi, dan moral sosial, maka politik akan kembali hidup di hati rakyat.

- Politik Bernurani: Jalan Restorasi yang Sesungguhnya

Politik bukan sekadar memenangkan jabatan, tapi memulihkan hubungan batin antara rakyat dan negara. Kemenangan Mamdani di jantung kapitalisme dunia adalah tanda bahwa politik nurani masih mungkin menang  bahkan melawan kekuatan uang dan media global.

Indonesia pun bisa demikian bila: Partai mau membuka diri pada gagasan baru, bukan sekadar loyalitas lama; Pemimpin mau turun mendengar, bukan hanya berpidato; Dan bangsa kembali menegakkan politik yang berakar pada nilai, bukan ambisi.

- Dari Kota Dunia untuk Negeri Nusantara

Zohran Mamdani telah menunjukkan bahwa kekuasaan tidak harus lahir dari dinasti, uang, atau ketakutan, tetapi dari keberanian untuk berpihak, berbicara jujur, dan memimpin dengan hati.

Dari New York ke Jakarta, dari Harlem ke Tanah Air pesan itu sama: “Masyarakat tidak butuh pemimpin yang sempurna. Mereka hanya butuh pemimpin  yang tulus dan berpihak.” Semoga para pemimpin Indonesia membaca arah angin baru ini bahwa masa depan politik bukan lagi milik mereka yang berkuasa paling lama, tetapi milik mereka yang paling mampu menyentuh nurani rakyat.

Rabu,05 November 2025

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow