Dari Sri Mulyani ke Purbaya: Pergeseran Mazhab Ekonomi dan Strategi Realistis Prabowo Subianto

Oleh: Mohsen Hasan A, Pemerhati Sosial,Politik,Ekonomi,Budaya & Isu Global -Dewan Pakar DPP Partai NasDem

Sep 15, 2025 - 10:13
 0
Dari Sri Mulyani ke Purbaya: Pergeseran Mazhab Ekonomi dan Strategi Realistis Prabowo Subianto
Sri Mulyani dan Purbaya Yudhi Sadewa. FOTO DOK

PERGANTIAN Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi salah satu keputusan politik-ekonomi paling mengejutkan di awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini bukan sekadar rotasi pejabat teknokrat, melainkan sinyal pergeseran arah kebijakan nasional. Dua sosok ini sering dianggap sebagai representasi dari dua mazhab berbeda: Sri Mulyani sebagai simbol kapitalisme pasar dan Purbaya sebagai representasi sosialisme kerakyatan.

Langkah ini memunculkan perdebatan: apakah Indonesia sedang bergeser dari wajah global yang disiplin ke wajah domestik yang lebih populis? Dan bagaimana strategi realistis Prabowo dalam menyeimbangkan dua kutub yang tampak berseberangan ini?

Sri Mulyani: Kapitalisme Pasar dan Stabilitas Makro

Selama dua periode lebih, Sri Mulyani menjadi ikon keuangan Indonesia. Gaya kepemimpinannya ditandai oleh tiga hal utama:

Disiplin Fiskal dan Stabilitas Makro

Defisit APBN dijaga ketat, utang terkendali, dan inflasi stabil. Hal ini menjadikan Indonesia dipercaya investor asing dan lembaga keuangan internasional.

Reformasi Struktural

Modernisasi perpajakan, digitalisasi, dan transparansi fiskal menjadi ciri khasnya. Sri Mulyani kerap menekankan bahwa keuangan negara harus sesuai standar global.

Keterbukaan Pasar

Investasi asing dipermudah, regulasi disesuaikan dengan kebutuhan pasar global, sehingga arus modal lebih mudah masuk ke Indonesia.

Keberhasilan ini mengokohkan posisi Indonesia sebagai negara berkembang dengan reputasi keuangan yang baik. Namun, ada konsekuensi besar: subsidi energi dipangkas, daya beli rakyat kelas bawah melemah, dan kesenjangan sosial tidak banyak berkurang.

Purbaya: Sosialisme Kerakyatan dan Peran Negara

Berbeda dengan Sri Mulyani, Purbaya lebih sering berbicara dengan narasi keadilan sosial. Tiga ciri mazhab ekonominya adalah:

Defisit Longgar untuk Belanja Rakyat

Tidak ragu melebarkan defisit hingga 4–5% demi meningkatkan subsidi energi, bansos, dan program padat karya.

BUMN dan UMKM di Garda Depan

Negara hadir lebih kuat melalui BUMN dan perlindungan untuk UMKM. Investasi asing tetap diterima, tetapi lebih selektif, terutama di sektor strategis.

Distribusi Kesejahteraan

Fokus pada peningkatan daya beli masyarakat kecil, proteksi pangan, serta subsidi langsung yang dirasakan rumah tangga.

Kebijakan ini membuat rakyat kecil lebih cepat merasakan manfaat. Namun, pasar global bisa melihatnya sebagai langkah berisiko: utang negara bertambah, investor asing cenderung berhati-hati, dan nilai tukar rupiah berpotensi tertekan.

Skenario Ekonomi: Jangka Pendek, Menengah, Panjang

Rakyat akan langsung merasakan efek: harga energi relatif terjaga, bansos meningkat, daya beli naik. Konsumsi domestik tumbuh. Namun pasar keuangan bisa gelisah, rupiah tertekan, dan sebagian investor memilih menunggu kepastian.

Pajak progresif mulai diterapkan. UMKM mendapat insentif, sementara sektor besar harus menyumbang lebih. BUMN diperkuat untuk mengisi ruang industri yang ditinggalkan investor asing. Program padat karya menambah lapangan kerja. Namun risiko inflasi dan cadangan devisa menipis tetap ada.

Jika konsisten, Indonesia bisa memiliki model ekonomi kerakyatan: konsumsi domestik sebagai motor utama, kesenjangan sosial berkurang, dan kemandirian ekonomi meningkat. Tetapi ancaman nyata juga mengintai: utang yang membengkak atau inefisiensi BUMN bisa menjadi beban jangka panjang.

Mengganti Sri Mulyani dengan Purbaya bukanlah langkah emosional, melainkan strategi politik dan ekonomi. Ada tiga poin realistis yang dapat dibaca:

Menjawab Tekanan Sosial Pasca Demo

Gelombang demonstrasi beberapa waktu lalu memperlihatkan keresahan rakyat atas ketimpangan dan beban hidup. Dengan menghadirkan Purbaya, Prabowo mengirim sinyal bahwa pemerintah berpihak kepada rakyat kecil dengan memperbesar subsidi dan memperkuat daya beli.

Mengimbangi Kepentingan Global dan Domestik

Meski Purbaya dianggap lebih sosialis, Prabowo tidak akan sepenuhnya meninggalkan warisan Sri Mulyani. Strateginya adalah kombinasi: disiplin makro tetap dijaga, tetapi distribusi sosial diperkuat. Dengan kata lain, stabilitas global tetap dirawat, tetapi rakyat kecil juga disentuh.

Membangun Legitimasi Politik Jangka Panjang

Kebijakan pro-rakyat dapat memperkuat legitimasi politik Prabowo di dalam negeri. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga fondasi untuk stabilitas pemerintahan. Rakyat yang merasakan manfaat akan lebih loyal, sementara hubungan internasional tetap dijaga agar tidak kehilangan kepercayaan pasar.

Mencari Jalan Tengah

Pergeseran dari Sri Mulyani ke Purbaya sebetulnya mencerminkan dilema klasik: stabilitas versus pemerataan. Kapitalisme pasar menjamin stabilitas, tetapi kerap mengabaikan kesenjangan. Sosialisme kerakyatan menjamin pemerataan, tetapi bisa mengguncang stabilitas.

Strategi realistis Prabowo adalah mengambil yang terbaik dari keduanya. Dari Sri Mulyani, ia mempertahankan disiplin makro, menjaga kredibilitas fiskal, dan tetap menarik investasi asing. Dari Purbaya, ia mengambil semangat pemerataan: subsidi rakyat kecil, proteksi UMKM, dan keberanian memperkuat BUMN.

Jika berhasil, Indonesia tidak hanya stabil di mata dunia, tetapi juga adil di mata rakyatnya. Penutup Pergantian SMI dengan Purbaya adalah pertaruhan besar.

Pergantian Sri Mulyani dengan Purbaya adalah pertaruhan besar. Rakyat menaruh harapan agar perubahan ini bukan hanya simbol politik, melainkan benar-benar menghadirkan keadilan ekonomi. Strategi realistis Prabowo akan diuji: apakah mampu menjaga stabilitas global ala SMI sekaligus memperkuat pemerataan sosial ala Purbaya.

Indonesia sedang berada di persimpangan. Dari langkah ini, kita akan melihat apakah bangsa ini mampu menemukan jalan tengah: ekonomi yang stabil sekaligus merata.

Jakarta ; 15 September 2025

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow