Larisnya Buku "Kiri"

Hariman, sahabat saya, sore menjelang magrib, tiba-tiba menelepon saya. Kemarin itu saya lagi menikmati kopi hitam gula aren, kesukaan saya. Tentu saja di warkop langganan saya di sudut kota tua.

Sep 23, 2025 - 09:33
 0
Larisnya Buku "Kiri"
Buku "kiri" yang disita pihak kepolisian. (Foto: Dok)
Larisnya Buku "Kiri"

HARIMAN, sahabat saya, sore menjelang magrib, tiba-tiba menelepon saya. Kemarin itu saya lagi menikmati kopi hitam gula aren, kesukaan saya. Tentu saja di warkop langganan saya di sudut kota tua. 

Ada apa? Katanya, ada informasi menarik bernuansa bisnis yang ingin disampaikan. Kata bisnis itulah yang membuat saya tertarik ingin mengetahui lebih dalam informasinya.

Tiga tahun lalu dia berhenti bekerja sebagai wartawan lantaran sudah tak terbit korannya. Bukan karena kena beredel oleh penguasa, seperti masa Orde Baru dulu. Tapi tak mampu lagi membayar biaya percetakan. Memang beberapa tahun terakhir ini, media cetak, terkena musim gugur. Meski masih ada media cetak yang bertahan, hingga hari ini. Sebutlah, misalnya: Kompas, TEMPO, Fajar, Tribun, Media Indonesia, Jawa Pos, tetap setia menemui pembacanya di pagi hari. 

Sejak itu Hariman memilih menjual buku dengan gaya pedagang kaki lima. Dia berpindah-pindah tempat. Kadang di emperan toko. Sering di teras masjid. Lebih banyak di kampus-kampus di kotanya.

Buku-buku yang dijual: ada terbitan baru. Lebih banyak terbitan lama alias buku bekas. Meski bekas, namun tetap layak baca. Buku-buku tersebut dijual dengan harga murah bila dibandingkan dengan harga toko buku. Hariman mendapatkan buku itu dari berbagai sumber: termasuk buku bacaan milik mahasiswa. Hariman menjual bukunya dengan harga murah karena dia juga membeli lebih murah lagi. Begitulah aktivitas keseharian Hariman. 

Hariman senang dan happy menjalani profesi barunya. "Ya, yang penting halal dan bermanfaat. Saya tak malu menjual buku di emperan toko." Hariman, suatu hari, menyampaikan ketegarannya dalam berbisnis buku ala pedang kaki lima.
*
Lalu mengapa Hariman menelepon saya: sore menjelang magrib, itu? Ternyata berkaitan dengan profesinya sebagai penjual buku. Katanya, ada penawaran menarik untuk penjualan buku-buku bertemakan "kiri" atau komunis. 

"Adakah buku-buku kirinya atau bertemakan komunis yang bisa saya jual? Soalnya, buku-buku itu kini banyak yang cari, mau beli." Pertanyaan Hariman itu membuat saya kaget. Tepatnya terkejut. "Ada apa Hariman mencari buku-buku itu? Tapi mohon jelaskan dulu judul-judul buku yang dicari itu."

Hariman menyebut beberapa judul buku yang dicari untuk dijual, lengkap dengan nama penulisnya: Anarkisme (Dan Esai-Esai Lain) karya Emma Goldman, Pemikiran Karl Max karya Franz Magnis Suseno, Kisah Para Diktator karya Jules Archer, Strategi Perang karya Che Guevara, Apa Itu Anarkisme Komunis karya Alexander, Jiwa Manusia di Bawah Sosialisme karya Oscar Wilde, Anak Sebuah Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer. Beberapa judul buku lainnya juga disebut. Semuanya: hampir sama temanya.
*
Malamnya, di rumah. Setelah saya mendengar siaran berita televisi, saya pun paham mengapa buku-buku berhaluan kiri tiba-tiba dicari di pasaran, setidaknya seperti yang disampaikan Hariman.

Polisi di Jawa Timur, Jawa Barat, dan di daerah lainnya: telah mengamankan. Tepatnya menyita: puluhan judul buku berhaluan kiri. Pihak kepolisian menemukan buku-buku bacaan umum yang selama ini bebas diperjualbelikan itu saat menggerebek rumah tempat para demonstran yang dinilai telah melakukan kerusuhan di sejumlah tempat. Akibat kerusuhan itu: sejumlah gedung, markas polisi, dan mobil, dibakar.

Dalam sebuah jumpa pers: buku-buku itu ditempatkan dalam kantong plastik transparan. Mengesankan seakan benda itu sebagai benda terlarang. Dipamerkan di hadapan para jurnalis. Tentu untuk disaksikan dan difoto. Lalu dimuat di medianya masing-masing.

Mengapa buku-buku itu disita? Oh, rupanya pihak kepolisian ingin mencari garis rantai: apakah muatan buku-buku itu membuat pembacanya, mereka yang kini diamankan, melakukan kerusuhan yang meluas.

Peristiwa penyitaan buku yang kini melahirkan respon kontroversial di tengah masyarakat, akhirnyaa ditanggapi Mensesneg Prasetyo Hadi. "... yang pasti pemerintah tak melarang membaca buku. Kalau larangan membaca buku itu tentunya tidak ada," kata Prasetyo Hadi. 

Paginya, saya menelepon Hariman. Menyampaikan: akibat penyitaan buku-buku kiri oleh pihak kepolisian, membuat buku tersebut dicari. Laris. Itulah hukum pasar. *

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow