Direktur Undata Akui Pesanan Obat Tidak Cash

Direktur RSUD Undata Provinsi Sulteng, drg Herry Mulyadi, mengakui pesanan obat dan bahan habis pakai (BHP) rumah sakit (RS) umumnya memang tidak langsung bayar (cash). Namun menurutnya ini merupakan hal biasa. Semua RS, baik daerah hingga level pusat memiliki utang namun disebut sebagai utang lancar.

Nov 22, 2025 - 10:31
 0
Direktur Undata Akui Pesanan Obat Tidak Cash
Direktur RSUD Undata, drg Herry Mulyadi. FOTO: DOK

PALU, METROSULAWESI.NET - Direktur RSUD Undata Provinsi Sulteng, drg Herry Mulyadi, mengakui pesanan obat dan bahan habis pakai (BHP) rumah sakit (RS) umumnya memang tidak langsung bayar (cash). Namun menurutnya ini merupakan hal biasa. Semua RS, baik daerah hingga level pusat memiliki utang namun disebut sebagai utang lancar.

"Tidak ada RS yang langsung cash, tentu pembayaran sesuai waktu dan pembayaran dari hasil pelayanan, semua punya utang. Coba cek RS lain, 100% ada utang. RS Cipto saja ada utang. Jadi, pengadaan obat di rumah sakit dimulai dari perencanaan kebutuhan (berdasarkan data konsumsi dan pola penyakit)," tegas Herry didampingi PPK RSUD Undata, Chandra, di Palu, Jumat, 21 November 2025.

Hal ini ditegaskan merespons pemberitaan yang menyebut RSUD Undata berutang Rp20 miliar lebih untuk pengadaan barang dan jasa, diantaranya BHP. Kata Herry, pesanan obat RS Undata dalam jumlah besar biasanya menggunakan sistem kredit atau faktur (invoice).

Pemasok (Pedagang Besar Farmasi/PBF) akan mengirimkan obat beserta faktur yang mencantumkan tanggal jatuh tempo pembayaran. Ini adalah praktik bisnis standar untuk transaksi B2B (bisnis-ke-bisnis) skala besar. Secara teknis, Chandra menerangkan utang yang diberitakan merupakan data 2024, telah lunas bayar secara bertahap.

"Semua sudah lunas bayar dan proses pengadaannya sesuai aturan dan ada dalam lembaran RBA [Rencana Bisnis dan Anggaran]. Kami tidak akan berani, mustahil kami lakukan kalau tak sesuai aturan," terangnya.

Hal ini dikuatkan Direktur Herry yang mengatakan pihak RS Undata tidak akan berani melakukan pengadaan jika belum masuk dalam RBA karena ada mekanisme baku di rumah sakit.

"Istigfarlah, jangan membiasakan info jika tidak akurat. Seharusnya kalau ingin baik, konfirmasi ke kami sesuai etika jurnalis. Jangan asal ambil data walapun dari internal karena belum tentu benar," ucap Herry.

"Jadi tidak betul itu berita dan sebenrnya tidak ada polemik karena berjalan sesuai aturan. Dan dasar semua masuk RBA karena sekarang ini dalam sistem. Beli obat itu sesuai pesanan, dalam konteks sesuai kebutuhan, bukan keinginan," tambahnya.

Soal berutang, kata Herry, merupakan hal lumrah dilakukan manajemen RS. Yang penting proses pembayaran berjalan baik dan lancar. Kalau tidak lancar, perusahaan tidak akan kontinyu memasok obat atau BHP.

"Tentunya semua sudah berdasarkan kesepakatan dengan perusahaan terkait jadwal bayar. Kami komitmen karena jika  tidak bayar pasti obat tidak bisa kami dapat dan tentu layanan pasien terganggu. Tapi faktanya kami tidak ada kendala soal layanan karena obat dan BHP lancar," lanjut Herry.

Herry menjelaskan pembayaran obat dan  BHP dilakukan secara bertahap karena menyesuaikan proses klaim pembayaran dari BPJS Kesehatan.

"Jadi begini, setelah pasien masuk, berproses sekitar 20 hari kami masukkan tagihan ke BPJS. Terus setelahnya BPJS juga berproses kurang lebih hampir tiga minggu. Makanya kami mengatur ritme pembayaran dalam pengadaan. Mereka (perusahaan) ada kontrak , kapan  pembayaran rumah sakit bukan langsung cash," jelas Direktur Undata.

Herry menambahkan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa rumah sakit, RSUD Undata dipantau Dewan Pengawas dan sejak beberapa tahun diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tidak ada temuan terkait pengadaan di rumah sakit milik Pemprov Sulteng ini.

"Saya perlu kasih tahu, akun pengadaan RSUD Undata yang saya pegang juga bisa diakses tim BPK. Jadi mereka bisa tahu apa semua yang masuk dalam pengadaan," pungkas Herry. (mic)

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow