DPRD Janji Revisi Perda Pajak Warung
Asosiasi Pedagang Kuliner (ASPEK) Sulawesi Tengah menyampaikan aspirasi dan pengaduan terkait rencana pemberlakuan pajak warung makan sebesar 10 persen dalam rapat dengar pendapat di ruang sidang utama DPRD Kota Palu, Jumat (14/8/2025).

PALU, METROSULAWESI.NET - Asosiasi Pedagang Kuliner (ASPEK) Sulawesi Tengah menyampaikan aspirasi dan pengaduan terkait rencana pemberlakuan pajak warung makan sebesar 10 persen dalam rapat dengar pendapat di ruang sidang utama DPRD Kota Palu, Jumat (14/8/2025).
Ketua ASPEK Sulawesi Tengah, Bino A Juwarno, menyatakan bahwa pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan awal yang sedikit melegakan pelaku usaha kuliner. Salah satunya, tidak ada lagi tindakan penyegelan terhadap warung makan yang menunggak pajak, melainkan penyelesaiannya akan dibicarakan secara kelembagaan antara Bapenda dengan asosiasi.
“Asosiasi akan bertanggung jawab memberikan edukasi kepada anggota tentang penyelesaian tunggakan dan sistemnya. Harapannya, tidak ada lagi ketakutan berlebihan seperti yang terjadi sebelumnya,” ujar Bino.
Terkait besaran pajak, Bino mengingatkan bahwa sebelumnya Wali Kota pernah menyetujui untuk tidak memberlakukan tarif 10 persen bagi pelaku kuliner. Saat itu, Pemkot juga meminta usulan pembagian klaster omzet sebagai dasar penentuan tarif pajak.
“Itu sudah kami sampaikan kembali hari ini dan ketua sidang berjanji mengawal revisi perda agar besaran pajak lebih harmonis dan tidak memberatkan pedagang kuliner,” tegasnya.
Bino juga menolak pandangan bahwa pajak sepenuhnya dibebankan kepada konsumen. Menurutnya, penerapan di lapangan sulit dilakukan karena kerap memicu penolakan bahkan konflik dengan pelanggan.
“Akhirnya pedagang yang menanggung, bukan konsumen,” katanya.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Palu dari Fraksi Amanat Solidaritas, Ratna Mayasari Agan, mendukung aspirasi pedagang kuliner. Ia menilai besaran pajak perlu disesuaikan dengan klasifikasi omzet, mengingat pelaku kuliner memiliki skala usaha berbeda-beda.
“Kalau aturan pusat menyebut ‘sebesar-besarnya 10 persen’, itu artinya paling tinggi 10 persen, bukan harus 10 persen. Jadi perlu kita bahas agar tarifnya proporsional,” ujar Ratna.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi ekonomi Kota Palu belum sepenuhnya pulih pascabencana 2018 dan pandemi COVID-19. Menurutnya, kebijakan pajak harus mempertimbangkan situasi ini serta belajar dari pengalaman relaksasi pajak di masa lalu.
Ratna menegaskan pentingnya menghadirkan pihak eksekutif yang berwenang, seperti Asisten Perekonomian, agar pembahasan menjadi jelas.
“Kita harus menghindari konflik akibat kebijakan pajak, seperti yang terjadi di daerah lain,” ujarnya.
Rapat dengar pendapat tersebut menjadi langkah awal mencari titik temu antara pelaku usaha kuliner dan pemerintah kota. DPRD berjanji mengawal proses revisi regulasi pajak agar lebih adil dan berpihak pada keberlangsungan usaha masyarakat.
Reporter: Faisal Syuaib
Editor: Udin Salim
Apa Reaksimu?






