Hikmah di Balik Turbulensi Fiskal 2026

Oleh: Moh. Ahlis*

Sep 25, 2025 - 16:00
 0
Hikmah di Balik Turbulensi Fiskal 2026
Moh. Ahlis Djirimu, Guru Besar FEB-Untad. FOTO: DOK PRIBADI

PADA Selasa malam 23 September 2025, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementrian Keuangan mempublikasikan Rancangan dana Transfer ke Daerah (TKD) Tahun 2026 pada link resmi https://djpk.kemenkeu.go.id/?p=67998. Rancangan TKD tersebut menjadi pembicaraan hangat penulis secara informal Bersama kawan satu dari beberapa eselon 2 Ditjen DJPK, jajaran Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPb) Sulteng atau Kemenkeu 1 Sulteng, beberapa Kawan-kawan eselon 2 Pemerintah Daerah yang kebetulan hadir di Palu menghadiri fasilitasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026.

Satuan Kerja Provinsi Sulteng secara keseluruhan akan memperoleh Rp1,86,- triliun dana TKD yang merupakan penjumlahan Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK-F) sebesar Rp13,01 yang keseluruhannya merupakan DAK-Fisik Kesehatan, DAK Non Fisik sebesar Rp542,33,-miliar, Dana Alokasi Umum sebesar Rp1,3,- triliun yang di dalamnya ada Dana Bagi Hasil sebesar Rp272,91,- miliar. Hal ini berarti bahwa TKD Provinsi Sulteng mengalami penurunan absolut dari Rp2,74,- triliun pada 2025. Nilai ini setara dengan berkurangnya TKD Sulteng sebesar Rp880,- miliar atau mengalami penurunan sebesar 32,12 persen. Kabupaten Banggai berturut-turut mendapatkan dana TKD sebesar Rp1,47,- triliun, atau menurun dari Rp2,15,- triliun pada 2025, diikuti oleh Parigi Moutong sebesar Rp1,40,- triliun yang turun dari Rp1,46,- tiliun, Sigi mendapatkan TKD sebesar Rp1,01,- triliun yang menurun dari Rp1,05,- tiliun dan Donggala memperoleh Rp956,78,- miliar yang menurun dari Rp1,2,- triliun pada 2025.

  Ada beberapa catatan yang dapat kita kaji dari Rancangan TKD tersebut. Pertama, besaran DAU dengan jumlah terbesar adalah Satker Provinsi Sulteng dan jumlah terkecil sebesar Rp370,22,- bagi Kabupaten Banggai Laut hanya akan cukup bagi pembayaran gaji pegawai. Bila belum cukup karena bebang gaji sedemikian besar akibat pemerintah daerah sebelumnya”jor-joran” menerima tenaga honorer/Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) akan menjadi beban daerah dan solusinya tetap menanggung sendiri atau melakukan pengurangan pegawai. Hal ini selaras dengan Pasal 8 ayat 2 Poin b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal yang menyatakan bahwa belanja pegawai di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD paling tinggi 30 % (tiga puluh persen) dari total Belanja Daerah.

Kedua, Rancangan TKD bersifat dinamis hingga penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) diserahkan biasanya pada awal Desember tahun berjalan. Namun, pengalaman menunjukkan, dinamikanya tidak berbeda jauh dengan apa yang dirancang. Ini tergantung pada kondisi perekonomian, khususnya realisasi penerimaan negara di tengah ketidakpastian.

Ketiga, adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN yang menyasar pada 15 item Belanja Barang dan Belanja Modal yang terkena efisiensi meliputi alat tulis kantor, kegiatan seremonial, rapat, seminar, dan sejenisnya, kajian dan analisis, diklat dan bimtek, honor output kegiatan dan jasa profesi, percetakan dan souvenir, sewa gedung, kendaraan, dan peralatan, lisensi aplikasi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan dan perawatan, perjalanan dinas, peralatan dan mesin, dan infrastruktur patut diperhitungkan.

Ketiga, hasil riset Kemenkeu pada 2023 menemukan bahwa di Sulteng, terdapat daerah dua daerah yang mempunyai Kapasitas Fiskal Tinggi, tetapi Belanjanya tak berkualitas. Dalam Bahasa awan daerah ini banyak uang karena Migas dan perputaraan Sektor Perdagangan, tetapi boros belanja. Kedua daerah tersebut Adalah Kota Palu dan Kabupaten Banggai. Tujuh daerah dan Satker Provinsi Sulteng mempunyai Kapasitas Fiskal rendah, belanjanya tak berkualitas. Ketujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Buol, Tolitoli, Donggala, Sigi, Poso, Tojo Una-Una, Parigi Moutong dan Sulteng termasuk dalam Bahasa awan: Miskin nan Boros. Sedangkan Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut merupakan temuan terbalik dari Kota Palu dan Banggai. Dua daerah Kepulauan ini mempunyai Kapasitas Fiskal rendah, namun, belanjanya berkualitas.

Bagi daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (KHPD) telah memberikan dua Solusi melalui pilar kedua dan pilar ketiga. Pilar kedua berupa local taxing power, yaitu Pemerintah Daerah hendaknya melakukan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah. Tax Ratio di Sulteng mencapai 3,5 poin, sedangkan potensi PAD yang masih belum dipacu untuk mencapai 13,6 poin. Hal ini berarti ada 10,1 poin potensi PAD yang masih mengendap. Pemerintah Provinsi Sulteng sudah tepat melakukan pemutihan kenderaan, optimalisasi pajak air permukaan, dan mewajibkan kenderaan alat berat menggunakan nomor matrikulasi (DN) di daerah ini. Kenderaan berat ini sudah lama merusak jalan nasional di area pertambangan dan kawasan industri yang jelas mempengaruhi transportasi dan logistik hanya karena atas nama proyek strategis nasional hasil re-sentralisasi.

Bagi daerah, optimalisasi PAD dapat dilakukan dengan mendorong komponen Lain-Lain kekayaan Daerah Yang Sah (LLKDYS) melalui restrukturisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang fokus pada aspek kelembagaan dan asset sebelum melangkah pada sumberdaya profesional. Selain itu, daerah fokus pada Rencana Bisnis Agropangan dan Agromaritim, tanpa mengabaikan core of business sebelumnya, sesuai Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Daerah dapat melakukan inisiatif Spending Review yakni mereviu Belanja-Belanja yang tak mempunyai dampak ganda dan tak berkualitas seperti yang tertuang dalam PMK Nomor 56 Tahun 2025. Reviu ini pernah dilakukan di daerah ini dan menemukan boros anggaran mencapai Rp1,6,- miliar. Bila dilakukan lebih detail dengan membandingkan Penjabaran APBD per Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan realisasi Penjabaran APBD per OPD, maka temuannya pemborosan akan lebih besar lagi. Daerah ini punya pengalaman pemborosan anggaran. Perjalanan Dinas saja rata-rata mencapai lebih kurang Rp200,- miliar setara dengan 12 persen dari APBD.

Pemerintah Provinsi Sulteng menseriusi lagi inisiatif pembentukan PT. Centrogas yang oleh Kemendagri belum dapat dipertimbangkan. Renegosiasi kontrak baru akan dilakukan sebelum periode 2027-2047 untuk mendapatkan Hak Local Participating Interest 10 persen pada Blok Senoro-Toili, mendapatkan Konsesi Gas sebesar 10 persen Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD), serta mendapatkan pekerjaan jasa dan Production Facility. Selain itu, hilirisasi gas yang pernah penulis buatkan analisis 200 pohon industri untuk mewujudkan nilai tambah dapat dilakukan, selain pipanisasi dan optimalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) mengambil marjin supplier gas hingga ke perdesaan.

Sejak 8 April 2025, penulis mengusulkan pada daerah ini melalui Sekprov sebagai mantan Kadis Kominfo, Persandian dan Statistika membuat sistem terintegrasi yang berisi fitur-fitur anak tidak sekolah semua usia: ada 89.446 jiwa anak usia 7-12 tahun atau 31,20 persen tidak sekolah. Ada 13.447 jiwa atau 9,10 persen anak usia 13-15 tahun atau usia SMP/MTs tidak sekolah, ada 29.064 jiwa anak usia 16-18 tahun atau 20,12 persen anak usia SMA tidak sekolah, serta ada 208.930 jiwa anak usia kuliah 19-24 tahun atau 67,99 persen tidak kuliah. Penduduk yang belum mempunyai BPJS-Kesehatan yang berjumlah 712.223 orang atau 26,78 persen dari keseluruhan penduduk Sulteng menurun portal BKKBN. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulteng dapat mengintegrasikan sumber informasi dari platform mapbiomass daerah-daerah yang dapat dilakukan penghutanan Kembali setelah selama 10 tahun terakhir, Sulteng kehilangan hutan setara dengan 18 ribu lapangan sepak bola. Inilah jembatan implementasi Corporate Social Responsibility (CSR).

Turbulensi fiskal kemungkinan akan berlangsung terus. Hikmah di balik ini adalah optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah, spending review, dan kerjasama dalam bingkai Sulteng Incorporated melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagai konsekuensi Pembangunan berorientasi pada pertumbuhan semata. Pertumbuhan Berkeadilan melalui Ekonomi Restoratif menjadi alternatif yang ditunggu-tunggu sebagai implementasi RPJMD hijau. Reorientasi Pembangunan pada Agropangan dan Agromaritim, serta pariwisata merupakan alternatif solusi lain. Kemandirian Fiskal merupakan tagline bagi optimalisasi fiskal daerah.

*) Guru Besar Ekonomi Internasional FEB-Untad    

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow