Sidang Praperadilan Tegang, Jurnalis Hendly Sebut Terima SPDP dan Penetapan Tersangka Bersamaan pada Tengah Malam
Sidang lanjutan perkara praperadilan jurnalis Hendly Mangkali di Pengadilan Negeri (PN) Palu, Jum'at sore (23/5/2025) berlangsung tegang.

PALU, METROSULAWESI.NET - Sidang lanjutan perkara praperadilan jurnalis Hendly Mangkali di Pengadilan Negeri (PN) Palu, Jum'at sore (23/5/2025) berlangsung tegang.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari termohon Polda Sulteng. Polda menghadirkan ahli Dr Kaharuddin Syah, salah satu dosen hukum dari Universitas Muhammadiyah Palu.
Pada saat permintaan keterangan ahli, persidangan berlangsung biasa-biasa saja. Suasana sidang memanas, setelah hakim memberikan kesempatan kepada pemohon Hendly Mangkali untuk bertanya kepada kuasa hukum termohon.
Awalnya Hendly yang didampingi kuasa hukumnya, Dr Muslimin Budiman itu meminta agar hakim berkenan memberikan kesempatan kepadanya untuk bertanya. Mendengar permintaan itu, tiba-tiba kuasa hukum Polda keberatan. “Ini tidak diatur dalam KUHAP,” kata kuasa hukum Polda.
"Ada kok diatur. Pemohon prinsipal silakan bicara. Ini bertanya atau apa? Tapi silakan," sela hakim Immanuel Charlo Rommel Danes sekaligus menjawab pertanyaan kuasa hukum Polda Sulteng itu.
Mendapat kesempatan bertanya, Hendly langsung bicara. Dia pun memulai pernyataannya. “Atas nama Tuhan Yesus. Saya tidak berbohong di sini. Kalau saya berbohong, saya langsung mati," ujar Hendly dengan suara agak berat.
Hendly menyebutkan, SPDP dan surat penetapan tersangka dari Polda Sulteng, diterimanya secara bersamaan pada 29 April 2025. Kedua surat itu katanya, dia terima dari penyidik Cyber Polda di warung kopi di kompleks Polda Sulteng pada malam hari.
“Dua surat itu beda tanggal. Saya sempat memfoto kedua surat yang saya terima tengah malam itu. Kalau saya berbohong, saya langsung mati di sini," tegas Hendly lantang.
Hendly membantah keterangan pihak Polda yang menyebutkan bahwa dua surat itu diterimanya pada 20 Februari 2025.
"Bae-bae kamu juga. Langsung mati kalau kamu bohong," tegas Hendly menatap tajam ke arah Tirtayasa Efendi kuasa hukum dari pihak Polda Sulteng.
Hakim pun coba menengahi ketegangan. Ia meminta semua pihak agar tidak berdebat dan bertanya secara berulang.
Sebelumnya, ketegangan sempat terjadi saat Abd Aan Achbar, kuasa hukum pemohon mendapat giliran bertanya kepada ahli termohon yang dihadirkan Polda Sulteng.
Aan meminta penjelasan ahli, terkait apakah penyampaian surat SPDP dan surat penetapan tersangka yang diterima bersamaan oleh tersangka, sesuai KUHAP atau tidak?
Mendengar pertanyaan itu, kuasa hukum Polda, Tirtayasa Efendi langsung protes. Menurut dia, apa yang ditanyakan kuasa hukum pemohon sudah berlebihan. Bukan lagi bertanya, tapi sudah berpendapat.
Hakim pun menyela. Mendukung dan mengingatkan para pihak, supaya mengajukan pertanyaan ke ahli, bukan pendapat.
"Apakah anda sependapat dengan saya?," tanya Aan kepada ahli.
Mendengar itu, salah seorang pengunjung sidang yang duduk di bangku belakang, sontak berteriak "huuuu...." ke arah kuasa hukum.
Tanpa tunggu lama, Aan meminta hakim agar mengeluarkan pengunjung sidang yang berteriak "huuuu..."
"Tolong dikeluarkan itu (yang berteriak). Ini (ruang sidang) bukan kebun binatang," kata Aan.
Mendengar itu, Tirtayasa Efendi keberatan. “Yang berwenang di sini adalah hakim, bukan anda,” sela Tirtayasa.
"Makanya ini saya minta ke hakim (untuk keluarkan dia)," jawab Aan.
Sidang pun disudahi sekitar pukul 16.20 Wita, adan akan dilanjutkan pada Senin 26 Mei 2025 dengan agenda kesimpulan. Setelah itu baru pembacaan putusan. Putusan dijadwalkan pada 28 Mei 2025. (*)
Apa Reaksimu?






