Kinerja Fiskal Provinsi Sulteng Juni 2025: Terjun Bebasnya Dominasi Sektor Industri Pengolahan dan Naiknya Kontribusi Sektor Pertanian dalam Penerimaan Negara

Oleh: Moh. Ahlis Djirimu*

Agustus 7, 2025 - 11:05
 0
Kinerja Fiskal Provinsi Sulteng Juni 2025: Terjun Bebasnya Dominasi Sektor Industri Pengolahan dan Naiknya Kontribusi Sektor Pertanian dalam Penerimaan Negara
Moh. Ahlis Djirimu.

PADA Sisi Fiskal, Perekonomian Sulteng di Tahun 2025 ditandai dengan dominasi Penerimaan Perpajakan dari Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Sektor Administrasi Pemerintahan, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Jasa Persewaan, Sektor Konstruksi, Sektor Pertanian. Sebaliknya, di tahun-tahun sebelumnya, Sektor Industri Pengolahan menjadi sektor dengan Penerimaan Perpajakan nomor wahid dalam Top Ten Penerimaan Perpajakan, justru tergeser, terdowngraded ke posisi kesepuluh, sedangkan Sektor Pertanian melonjak ke posisi keenam dari posisi kesepuluh. Selanjutnya, Sektor Pertambangan dan Penggalian berada di posisi ketiga. Ini menunjukkan bahwa, Penerimaan Perpajakan diterima oleh pemilik industri di daerah lain.

Realisasi Penerimaan Perpajakan di Provinsi Sulteng pada Juni 2025 nyaris belum berubah, tetap ditempati oleh penerimaan yang dipungut oleh KPP Pratama Palu, KPP Pratama Poso, KPP Pratama Luwuk. Realisasi Perpajakan tersebut menunjukkan ciri khas masing-masing perekonomian berbasis Perdagangan dan Jasa, Hilirisasi Industri Pengolahan berbasis logam dasar, perekonomian berbasis pertambangan gas alam dan perdagangan, serta, sumber Penerimaan Perpajakan berbasis pada Sektor Pertanian dalam arti luas. Realisasi tersebut mencapai Rp1,504,660,321,929,- (Rp1,50,- triliun). Realisasi ini, berada di bawah realisasi Juni 2024 mencapai Rp1,678,173,272,369,- atau lebih rendah yang pertumbuhannya mencapai minus 10,34 persen. Realisasi terbesar secara absolut terjadi pada KPP Pratama Kota Palu mencapai Rp693,873,489,591,- (Rp693,87,- miliar), namun proporsi pertumbuhannya terkontraksi mencapai minus 20,58 persen dari realisasi Juni 2024 mencapai Rp873,666,370,341,-. Realisasi Penerimaan Perpajakan terbesar kedua dicapai oleh KPP Pratama Poso yang mencapai Rp444,500,087,579,- (Rp360,89,- miliar) atau pertumbuhannya positif mencapai 12,70 persen dari realisasi Juni 2024 sebesar Rp314,418,449,957,- (Rp314,42,- miliar). Selanjutnya, realisasi Penerimaan Perpajakan di Kabupaten Poso ini menempati proporsi tertinggi dari target yakni mencapai 12,70 persen. Realisasi Penerimaan Perpajakan tertinggi kedua dicapai oleh KPP Pratama Luwuk mencapai Rp230,152,542,146,- (Rp230,15,- miliar), tetapi pertumbuhannya berada di posisi tertinggi kedua yakni 0,7 persen terhadap realisasi Juni 2024 sebesar Rp228,562,191,003,- Realisasi paling rendah Penerimaan Perpajakan melalui KPP Pratama Kabupaten Tolitoli mencapai Rp136,134,202,613,- lebih rendah ketimbang realisasi bulan yang sama pada Juni 2024 yang mencapai Rp181,526,261,068,- atau laju pertumbuhannya month-to-month mencapai minus 25,01 persen. Rendahnya realisasi Penerimaan Perpajakan yang di bawah target absolut ini di empat KPP yakni KPP Kota Palu, KPP Poso, KPP Luwuk, KPP Tolitoli patut dikaji letak masalahnya. Jumlah penduduk bertambah, obyek pasti yang dikenai pajak dan restribusi juga bertambah, tetapi masyarakat Sulteng saat ini telah menggunakan Tabungan berjaga-jaga (precautionary saving) erat kaitannya dengan melemahnya daya beli masyarakat yang tercermin dari melemahnya kenaikan pendapatan perkapita yang disesuaikan atau purchasing power parity. Sebaliknya, ciri khas Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol yang menjadi wilayah kerja KPP Pratama Tolitoli sebagai daerah monokultur cengkih dan wilayah pangan dan hortikultura, serta perikanan membawa plus minus Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol. Plusnya adalah, sebagai daerah yang didominasi Sektor Pertanian dalam arti luas, permintaan atas pangan menjadi daerah ini patut menjadi wilayah Cadangan pangan daerah. Tetapi, pada sisi negatifnya, kondisi melemahnya pendapatan masyarakat dapat mempengaruhi kinerja Penerimaan Negara dari sektor perpajakan di daerah ini. Solusi memperkuat kerjasama antar daerah di pesisir Timur Kalimantan dan dengan daerah Tawau di Malaysia Timur dan wilayah Selatan Filipina menjadi alternatif dalam kerangka kerjasama Brunei-Indonesia- Malaysia-Philipina East Asean Economic Growth (BIMP-EAGA). Selain itu, regulasi sistem inti administrasi perpajakan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 mempengaruhi pula kinerja penerimaan pajak di daerah.

Realisasi Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp435,644,138,119,- (Rp435,64,- miliar) atau kontribusinya terhadap target mencapai 28,95 persen, namun pertumbuhannya menurun sebesar minus 23,79 persen. Realisasi PPh pada Juni 2025 lebih rendah dari realisasi Juni 2024 mencapai Rp571,618,658,071,- (Rp571,62,- miliar). Realisasi PPh Non Migas pada Juni 2025 mencapai Rp435,644,138,119,- (Rp435,64,- miliar). Realisasi ini lebih rendah dari realisasi PPh Non Migas pada Mei 2024 yang mencapai Rp571,618,658,071,- (Rp571,62,- miliar). Pada komponen PPh Non Migas, realisasi absolut terbesar terjadi pada PPh Pasal 25/29 Badan mencapai Rp201,895,478,661,- (Rp201,90,- miliar). Realisasi ini meningkat sebesar 1,15 persen dari Rp199,604,722,01,- (Rp199,60,- miliar) pada Juni 2024 yang kontribusinya mencapai 13,42 persen. Realisasi penerimaan PPh terbesar kedua relatif terjadi pada sub komponen PPh Pasal 21 mencapai Rp93,367,440,496,- (Rp93,37,- miliar) lebih rendah dari realisasi komponen PPh Pasal 21 pada Juni 2024 yakni Rp206,750,382,505,- (Rp206,75,- miliar) atau mengalami penurunan sebesar minus 54,84 persen dan kontribusinya di dalam PPh Non Migas mencapai 6,21 persen. Realisasi Sub Komponen PPh Final menempati urutan ketiga mencapai Rp56,158,844,443,- (Rp56,16,- miliar) pada Juni 2025, yang pertumbuhannya menurun minus 38,69 persen dan kontribusinya sebesar 3,73 persen dari realisasi Juni 2024 yang mencapai Rp91,602,073,368,- (Rp91,60,- miliar). Realisasi Sub Komponen PPh Pasal 23 menempati urutan terbesar keempat dalam PPh Non Migas pada Juni 2025 mencapai Rp43,942,382,256,- (Rp43,94,- miliar) lebih tinggi ketimbang realisasi PPh Pasal 23 pada Juni 2024 mencapai Rp36,587,298,746,- (Rp36,59,- miliar) atau capaiannya mengalami kenaikan sebesar 20,10 persen dan kontribusinya mencapai 2,92 persen dalam PPh Non Migas. Realisasi PPh Pasal 25/29 OP menempati urutan kelima mengalami juga kenaikan sebesar Rp28,197,136,291,- (Rp28,20,- miliar) pada Juni 2025 dari Rp19,319,215,942,- (Rp19,32,- miliar) atau mengalami kenaikan sebesar 45,95 persen dan kontribusinya mencapai 1,87 persen. Realisasi keenam adalah PPh Non Migas Lainnya yang menurun dari Rp79,752,109,- (Rp79,75,- juta) pada Juni 2024 menjadi Rp47,035,810,- (Rp47,04,- juta) pada Juni 2025 atau terjadi penurunan sebesar minus 41,02 persen atau kontribusinya kecil mencapai 0,00 persen.

Ada empat Sub Komponen PPh Non Migas yang mempunyai Laju Pertumbuhan positif selama Juni2024-Juni 2025. Empat Sub Komponen PPh Non Migas tersebut adalah PPh Pasal 22 Impor, PPh pasal 23, PPh Pasal 25/29 OP, PPh Pasal 25/29 Badan. Sebaliknya, terdapat empat Sub Komponen PPh Non Migas mengalami penurunan realisasi absolutnya maupun pertumbuhannya selama Juni 2024-Juni 2025. Kelima Sub Komponen PPh Non Migas tersebut adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, Pasal 26, PPh Final, dan PPh Non Migas Lainnya. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPn Barang Mewah (PPNBM) mengalami penurunan dari Rp1,099,912,341,086,- (Rp1,099,91,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp900,626,972,574,- (Rp900,63,- miliar) pada Juni 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 18,12 persen. Namun, kontribusinya tetap terbesar dalam Penerimaan Negara Sektor Perpajakan yakni sebesar 59,86 persen. Dominasi oleh PPn Dalam Negeri tetap di urutan pertama dalam PPn dan PPnBM, walaupun menurun secara absolut dari Rp1,089,529,519,938,- (Rp1,089,53,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp888,425,958,149,- (Rp888,42,- miliar) pada Juni 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 18,46 persen, tetapi kontribusinya tetap tinggi yakni mencapai 59,04 persen dalam Penerimaan Pajak Bulan Juni 2025. Tiga Sub Komponen penyumbang dalam PPn dan PPnBM, walaupun kecil kontribusinya adalah PPn Impor mengalami kenaikan dari Rp2,137,103,562,- (Rp2,14,- miliar) pada Juni 2024, menjadi Rp8,272,117,487,- (Rp8,27,- miliar) pada Juni 2025 atau mengalami pertumbuhan sebesar 287,07 persen dan kontribusinya mencapai 0,55 persen. PPn Barang Mewah Dalam Negeri meningkat dari Rp7,825,009,946,- (Rp7,83,- miliar) pada Juni 2024 menjadi Rp922,865,677,- (Rp922,87,- juta) pada Juni 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 88,21 persen dan kontribusinya mencapai 0,06 persen dalam Penerimaan Pajak bulan Juni 2025. PPn Lainnya berada di urutan ketiga penerimaan negara dalam PPn dan PPNBM mengalami juga kenaikan dari Rp419,773,203,-(Rp419,77,-  juta) pada Juni 2024 menjadi Rp445,905,731,- (Rp445,90,- juta) pada Juni 2025 atau pertumbuhannya meningkat sebesar 6,23 persen dan kontribusinya pada Penerimaan Pajak pada Juni 2025 sebesar 0,03 persen. PPnBM Lainnya meningkat dari Rp934,437,- pada Juni 2024 meningkat secara absolut menjadi Rp2,523,697,186,- (Rp2,52,- miliar) pada Juni 2025 atau meningkat ekstrim sebesar 269976,76 persen dan kontribusinya mencapai 0,17 persen.

Sub Komponen PPn yang terealisasi hanya pada Juni 2025 yakni PPn Barang Mewah Impor sebesar Rp36,428,344,- sedangkan, PPn Barang Dalam Negeri Ditanggung Pemerintah (DTP), belum terealisasi hingga Juni 2025. Sebaliknya, Sub Komponen PPn dan PPn BM yang mengalami penurunan absolut yakni PPN Dalam Negeri menurun dari Rp1,089,529,519,938,- pada Juni 2024 menjadi Rp888,425,958,149,- atau mengalami penurunan sebesar minus 18,46 persen dan kontribusinya tetap besar yakni 59,04 persen. Sub Komponen PPn BM Dalam Negeri mengalami penurunan dari Rp7,825.009,946,- pada Juni 2024 menjadi Rp922,865,677,- atau mengalami penurunan sebesar minus 88,21 persen dan kontribusinya mencapai 0,06 persen.

Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) meningkat dari Rp5,788,615,476,- (Rp5,79,- miliar) pada Juni 2024 menjadi Rp7,512,372,696,- (Rp7,51,- miliar) pada Juni 2025 atau mengalami kenaikan sebesar 29,78 persen dan kontribusinya mencapai 0,50 persen dalam Penerimaan Pajak Juni 2025.

Pendapatan PPh Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) belum terealisasi pada Juni 2025. Pajak Lainnya mengalami rekor kenaikan tertinggi dari minus Rp853,657,736,- (Rp853,66,- juta) pada Juni 2024 menjadi Rp160,876,838,540,- (Rp160,88,- miliar) pada Juni 2025 atau terjadi kenaikan sebesar 18745,59 persen dan kontribusinya dalam Penerimaan Pajak Negara mencapai 10,69 persen. Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan Gas pada Juni 2025 belum terealisasi sebesar. Secara keseluruhan, realisasi Penerimaan Perpajakan bulanan pada Juni 2025, mengalami penurunan dari Rp1,678,173,272,369,- (Rp1,68,- triliun) pada Juni 2024 menurun menjadi Rp1,504,660,321,929,- (Rp1,50,- triliun) pada Juni 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 10,34 persen.

Struktur perekonomian Sulteng dari sisi 10 Sektor Penerimaan Pajak Tertinggi per Juni 2025 mengalami perubahan berarti dalam Penerimaan Perpajakan. Dominasi dan posisi Sektor Industri Pengolahan digeser oleh Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang walaupun menurun dari Rp666,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp623,- miliar pada Juni 2025. Kontribusi Sektor Perdagangan Besar dan Eceran dalam Penerimaan Pajak mencapai 38,71 persen, walaupun mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 19,53 persen, lalu diikuti oleh Sektor Administrasi Pemerintahan yang nominal Penerimaan Perpajakan menurun dari Rp470,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp311,- miliar pada Juni 2025 dan kontribusinya mencapai 19,29 persen, namun mengalami penurunan pertumbuhan sebesar minus 4,19 persen. Sektor ketiga mendominasi Penerimaan Perpajakan Negara adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian yang Penerimaan Perpajakannya meningkat dari Rp101,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp118,- miliar pada Juni 2025 atau kontribusinya dalam struktur Penerimaan Perpajakan mencapai 7,53 persen dan pertumbuhannya menurun minus 40,35 persen. Sektor keempat adalah Sektor Jasa Persewaan mengalami kenaikan Penerimaan Perpajakan dari Rp82,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp109,- miliar pada Juni 2025, yang kontribusinya dalam Penerimaan Perpajakan pada Juni 2025 tersebut mencapai 6,77 persen, serta pertumbuhannya mencapai 1,10 persen. Sektor selanjutnya yaitu Konstruksi menempati posisi kelima yang kontribusinya dalam Penerimaan Perpajakan mencapai 5,91 persen, walaupun menurun dari Rp111,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp95,- miliar pada Juni 2025. Lalu pertumbuhannya selama periode tersebut terkontraksi sebesar minus 14,41 persen. Sektor Keenam dalam Penerimaan Struktur Penerimaan Perpajakan adalah Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan yang meningkat dari Rp66,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp85,- miliar pada Juni 2025. Kontribusi Sektor Pertanian tersebut mencapai 5,25 persen dan mengalami stagnan sebesar 0,0 persen. Sektor Jasa Keuangan menempati posisi ketujuh mengalami penurunan Penerimaan Perpajakan dari Rp78,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp79,- miliar pada Juni 2025, dan kontribusinya mencapai 4,89 persen, tetapi pertumbuhan Penerimaan Perpajakannya mengalami penurunan sebesar minus 115,84 persen. Sektor Transportasi dan Pergudangan menempati urutan kedelapan kontribusinya, mengalami tetap Penerimaan Perpajakan dari Rp46,- miliar pada Juni 2024 menjadi stagnan Rp48,- miliar pada Juni 2025. Kontribusinya dalam struktur Penerimaan Perpajakan mencapai 3,00 persen, serta mengalami kenaikan pertumbuhan Penerimaan Perpajakan sebesar 88,02 persen. Sektor Pejabat Negara dan Karyawan menempati urutan kesembilan yakni Penerimaan Perpajakan meningkat dari Rp54,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp47,- miliar pada Juni 2025, dan proporsinya dalam struktur Penerimaan Perpajakan mencapai 2,91 persen, serta pertumbuhan Penerimaan Pajaknya menurun sebesar minus 9,62 persen. Penerimaan Perpajakan pada Sektor Industri Pengolahan menempati urutan kesepuluh, mengalami menaikan dari sebesar Rp37,- miliar dari Juni 2024,- menjadi Rp38,- miliar pada Juni 2025. Kontribusi Sektor Industri Pengolahan dalam struktur Penerimaan Perpajakan mencapai 2,38 persen dan laju pertumbuhan Penerimaan Perpajakan dari Sektor Industri pengolahan terkontraksi minus 1,74 persen. Hal yang mengejutkan terjadi pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang naik dari posisi kesepuluh menjadi keenam. Hal ini menunjukkan bahwa Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan merupakan masa depan Sulteng dan berperan strategis dalam kedaulatan pangan daerah ini. Beberapa tahun sebelumnya, Sektor Pertanian berada pada posisi kesepuluh dalam Penerimaan Perpajakan.Pada sisi teoretis. Hal ini merupakan fenomena biasa dalam transformasi ekonomi pada istilah proses alokasi seperti dijelaskan oleh Hollish Chenery-Moshes Syrquin dalam the Pattern of Development: 1950-1970 pada sisi Proses Alokasi dalam transformasi perekonomian yakni Nilai Tambah Bruto (NTB) sektor primer menurun dari tahun ke tahun, sebaliknya, sektor sekunder dan sektor tersier meningkat. Namun, karena penduduk Sulawesi Tengah 70 persen tinggal di perdesaan dan bermata pencaharian sebagai petanian dan nelayan, maka menjadi masalah dalam strategi pembangunan pada daerah yang kaya sumberdaya alam. Sumber Daya Alam menjadi kutukan ketimbang manfaat dan Provinsi Sulawesi Tengah hanya menjadi compradores atau pelayanan bagi investasi asing yang tercermin dari dampak negatif pada lingkungan dan naiknya kasus HIV-AIDS di kawasan industri, dan Pertumbuhan Membenankan (Immiserizing Growth) yakni runtuhnya pranata sosial di Kecamatan Ulujadi sebagai konsekuensi kapitalisme Kota Palu dan berpindahnya profesi penduduk dari bermata pencaharian Perkebunan sarikaya, sirsak, mangga golek, nelayan, ke kegiatan menjual tanah. Selain itu, para ibu-ibu pencari kerang kehilangan pendapatan Rp300,- ribu per hari, serta rusaknya pasokan sumber air bersih bagi Masyarakat desa Tompira, Towara, Towara Pantai di Kabupaten Morowali Utara, serta termarginalisasinya Perkebunan sawit oleh area pertambangan yang saat ini mencapai 52.517 ha.

Pada Tahun 2025, penerimaan Bea dan Cukai di Sulawesi Tengah diproyeksikan mencapai Rp1,91,- triliun, sedangkan realisasinya pada Juni 2025 mencapai Rp1,1,- triliun atau 57,75 persen dari target Rp1,91,- triliun tersebut. Realisasi pada bulan Juni 2025 mencapai Rp165,07,- miliar lebih tinggi daripada realisasi Juni 2024 yang mencapai Rp101,55,- miliar atau lebih tinggi 62,56 persen year-on-year atau menurun sebesar minus 19,42 persen month-to-month. Realisasi tersebut mencakup Penerimaan Satuan Kerja Kantor Bea Cukai Pantoloan mencapai Rp999,62,- juta atau proporsinya 0,09 persen, Penerimaan pada Satuan Kerja Kantor Bea Cukai Morowali mencapai Rp1,106,42,- miliar atau proporsinya 99,88 persen dan pada Satuan Kerja KPPBC TMP C Luwuk mencapai Rp365,05,- juta atau proporsinya sebesar 0,03 persen. Komoditas yang menyumbang penerimaan Bea Masuk terbesar berasal dari Bangunan Prafabrikasi pada Juni 2025 secara absolut mencapai Rp403,57,- miliar. Kontribusi Bangunan Prafabrikasi tersebut mencapai 42,52 persen, namun, realisasi tersebut lebih rendah dari Juni 2024 mencapai Rp425,41,- miliar yang tentu saja pertumbuhannya terkontraksi minus 5,18 persen. Komoditi menyumbang kedua dalam Penerimaan Bea Masuk terbesar adalah Pembuluh, Pipa dan Profil Berongga meningkat dari sebesar Rp38,22,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp153,22,- miliar pada Juni 2025 atau pertumbuhannya mencapai 300,44 persen. Proporsinya dalam Penerimaan Bea Masuk mencapai 16,15 persen. Penerimaan Bea Masuk Kawat Diisolasi, Kabel dan Konduktor Listrik menempati urutan ketiga terbesar yang mengalami peningkatan dari sebesar Rp72,68,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp108,32,- miliar yang pertumbuhannya mencapai 199,83 persen. Kontribusinya dalam Penerimaan Bea Masuk sebesar 11,42 persen. Penerimaan terbesar PNBP sampai dengan Juni 2025 mencapai Rp524,60,- miliar atau pertumbuhannya mengalami peningkatan sebesar 10,38 persen year-on-year dan proporsinya 73,54 persen dari target PNBP Tahun 2025. Penerimaan PNBP terbesar berasal dari Kementrian Lembaga berikut: Kemendiktisaintek sebesar Rp142,60,- miliar, Kementerian Perhubungan sebesar Rp111,3,- miliar yang sebagian besar berasal dari Pendapatan Jasa Kepelabuhanan di UPP Kelas III Bungku. Selanjutnya posisi ketiga disumbangkan oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimpas) sebesar Rp72,10,- miliar yang sebagian besar disumbang oleh Pendapatan Izin Keimigrasian dan Izin Masuk Kembali (Re-entry permit). Posisi keempat ditempati PNBP berasal dari POLRI sebesar Rp71,60,- miliar yang merupakan Pendapatan dari Pendapatan Surat Tanda Kenderaan Bermotor (STNK) dan Buku Pemilik Kenderaan Bermotor (BPKB), Pengamanan Obyek Vital dan Obyek Tertentu, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), serta posisi kelima disumbangkan oleh Kementrian PU sebesar Rp34,60,- miliar. Pendapatan Negara per 30 Juni 2025 mencatatkan nominal sebesar Rp3,138,90,- miliar (Rp3,14,- triliun) atau 41,78 persen dari pagu sebesar Rp7,512,6,- (Rp7,51,- triliun). Capaian belanja berada di angka Rp10,365,4,- miliar (Rp10,36,- triliun) yang sebagian besar disumbang oleh penyaluran Transfer Ke Daerah (TKD), sebesar Rp7,869,2,- miliar (Rp7,87,- triliun) atau 41,97 persen dari pagu. Perkiraan defisit regional sampai dengan Juni 2025 sekitar minus Rp18,443,4,- miliar (-Rp18,44,- triliun), yang realisasinya mencapai minus Rp7,266,6,- miliar (-Rp7,27,- triliun) atau proporsinya sebesar 39,13 persen dari pagu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar komponen mengalami konstraksi di awal Tahun 2025. Penghematan belanja perjalanan dinas telah terlihat dengan adanya kontraksi pada belanja barang. Dampak selanjutnya adalah terdapat potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I dan II Tahun Anggaran 2025 sebagai akibat atas menurunnya realisasi sebagai respon atas efisiensi anggaran. Fokus anggaran Tahun 2025 mengalami perbedaan, dari mendorong pembangunan infrastruktur pada Tahun 2024 menjadi peningkatan kualitas dan ketahanan pangan. Komponen belanja dengan pertumbuhan positif dicatatkan oleh akun Belanja Pegawai, dan Insentif Daerah. Penyaluran DAK Fisik Tahap I diperkirakan akan terjadi mulai Triwulan II TA 2025 seiring dengan juknis penyaluran DAK Fisik yang telah terbit pada triwulan I dan koordinasi yang telah dilakukan KPPN dengan BPKAD pemda terkait. Pemerintah membuka blokir anggaran belanja untuk menciptakan potensi pertumbuhan ekonomi di triwulan II TA 2025. Pada sisi realisasi APBN di Provinsi Sulteng per 30 Juni 2025 dapat dikaji melalui tiga komponen yakni Pendapatan Negara, Belanja Negara, serta Transfer ke Daerah (TKD).

Realisasi Pendapatan Negara di Provinsi Sulteng per 30 Juni 2025 mencapai Rp3,138,9,- miliar (Rp3,14,- triliun) atau realisasinya mencapai 41,78 persen dari target Penerimaan Negara dalam APBN di Sulteng Tahun 2025 sebesar Rp7,513,40,- miliar (Rp7,51,- triliun). Penerimaan Negara bersumber dari Penerimaan Pajak sebesar Rp2,612,40,- (Rp2,61,- triliun) atau proporsinya sebesar 38,43 persen dari target Rp6,797,60,- miliar (Rp6,80,- triliun). Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp526,4,- miliar atau proporsinya mencapai 73,54 persen dari pagu sebesar Rp715,80,- miliar. Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan menurun pada Sub Komponen Pajak Dalam Negeri mencapai Rp1,506,7,- miliar atau kontribusinya mencapai 30,88 persen dari target sebesar Rp4,879,40,- miliar (Rp4,88,- triliun). Realisasi Laju pertumbuhan Pajak Dalam Negeri terkontraksi dari Rp1,679,1,- (Rp1,68,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp1,509,70,- miliar pada Juni 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat khususnya wajib pajak menurun dan adanya resentralisasi pemungutan pajak. Sebaliknya, sub Komponen Pajak Perdagangan Internasional meningkat dari Rp939,1,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp1,105,8,- miliar atau mengalami kenaikan 17,75 persen. Hal ini berarti Sub Komponen Pajak Perdagangan Internasional menjadi engine of growth Penerimaan Perpajakan. Pada Sub Komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan PNBP Lainnya meningkat dari Rp476,90,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp526,40,- miliar pada Juni 2025 atau realisasi pertumbuhannya mencapai 10,38 persen. Komponen Belanja Negara mengalami penurunan dari Rp9,795,60,- (Rp9,80,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp8,315,4,- miliar (Rp8,32,- triliun) pada Juni 2025 atau mengalami penurunan sebesar minus 1,36 persen. Sub Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) menurun dari Rp2,891,4,- miliar (Rp2,89,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp1,848,7,- miliar (Rp1,85,- triliun) atau terkontraksi minus 3,68 persen. Dalam BPP, terdapat empat Sub Komponen meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Belanja Bantuan Sosial. Belanja Pegawai mengalami peningkatan dari Rp6,1,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp0,5,- miliar pada Juni 2025 atau pertumbuhannya terkontraksi minus 18,82 persen. Sebaliknya, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial mengalami penurunan masing-masing minus 57,69 persen (dari Rp1,354,40,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp573,- miliar pada Juni 2025) untuk Belanja Barang atau terkontraksi minus 6,92 persen. Belanja Modal mengalami kontraksi pula dari Rp387,50,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp101,9,- miliar pada Juni 2025 atau mengalami penurunan absolut sebesar minus 73,71 persen atau relatif minus 10,53 persen end-to-end. Selanjutnya, Belanja Bantuan Sosial menurun dari Rp6,10,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp0,5,- miliar pada Juni 2025 atau mengalami penurunan absolut sebesar minus 91,29 persen atau secara relatif end-to-end menurun sebesar minus 18,82 persen. Komponen Kedua Belanja Negara adalah Transfer ke Daerah (TKD) yang menurun dari Rp11,957,30,- miliar (Rp11,96,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp10,365,40,- miliar (Rp10,37,- triliun) atau secara absolut menurun minus 13,31 persen atau secara relatif terkontraksi minus 1,18 persen end-to-end. Dana Perimbangan mengalami penurunan dari Rp7,397,60,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp7,008,30,- miliar pada Juni 2025 atau mengalami penurunan minus 5,26 persen. Empat Sub Komponen dalam Dana Perimbangan mengalami penurunan pada tiga komponen yakni Dana Bagi Hasil (DBH) menurun dari Rp1,028,40,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp926,40,- miliar pada Juni 2025, atau terkontraksi sebesar minus 23,11 persen. Dana Alokasi Umum (DAU) mengalami penurunan dari Rp4,989,40,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp4,932,90,- miliar atau mengalami kontraksi sebesar minus 1,13 persen. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik menurun dari Rp157,20,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp1150,- miliar pada Juni 2025, atau belum terealisir dengan pagu sebesar Rp1,360,2,- miliar (Rp1,36,- triliun). Hal ini berulang seperti pada 2024. DAK Non Fisik mengalami penurunan dari Rp1,046,20,- pada Juni 2024 menjadi Rp1,137,50,- miliar pada Juni 2025 atau mengalami peningkatan sebesar 0,70 persen. Dana Insentif Daerah (DID) meningkat dari Rp31,90,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp43,8,- miliar pada Juni 2025 atau pertumbuhannya mencapai 26,77 persen. Selanjutnya, Dana Desa mengalami penurunan dari Rp902,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp817,1,- miliar pada Juni 2025 atau terkontraksi sebesar minus 0,82 persen. Realisasi defisit menurun dari minus Rp8,862,1,- miliar (-Rp8,86,- triliun) pada Juni 2024 menjadi minus Rp7,226,6,-(-Rp7,23,- triliun) atau mengalami kontraksi sebesar minus 1,69 persen.

Realisasi Pendapatan Daerah pada meningkat dari Rp6,750,60,- (Rp6,75,- triliun) pada Juni 2024 menjadi Rp7,653,86,- miliar (Rp7,65,- triliun) pada Juni 2025. Realisasi Pendapatan Daerah mencapai 29,77 persen. Proporsinya 23,44 persen dari pagu Rp25,71,- triliun. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai Rp1,522,99,- miliar (Rp1,52,- triliun) pada Juni 2025 meningkat dari Rp673,19,- miliar atau pertumbuhannya mencapai 7,04 persen. Capaian ini disumbangkan oleh Pajak Daerah sebesar Rp1,066,89,- miliar atau proporsi realisasinya sebesar 32,54 persen dan meningkat dari Rp455,56,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp1,066,89,- miliar pada Juni 2025 atau laju pertumbuhan relatifnya atau mencapai 3,91 persen. Retribusi Daerah menyumbang Rp137,70,- miliar atau proporsinya 33,08 persen dari pagu sebesar Rp416,24,- dan pertumbuhan relatifnya mencapai 18,44 persen. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan meningkat dari Rp0,03,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp12,58,- miliar pada Juni 2025 atau mengalami kenaikan secara relatif sebesar 65,40 persen. Lain-Lain PAD yang Sah meningkat dari Rp101,35,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp305,82,- miliar pada Juni 2025. Proporsi Lain-Lain PAD yang Sah mencapai Rp101,35,- atau proporsinya sebesar 8,97 persen dari target sebesar Rp1.129,60,- miliar pada Juni 2025 dan pertumbuhan relatifnya mencapai 9,64 persen. Realisasi Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah meningkat dari Rp31,76,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp53,15,- miliar atau kenaikan relatif mencapai 4,38 persen. Realisasi Pendapatan Transfer mencapai Rp6,077,72,- miliar pada Juni 2025 meningkat dari Rp6,045,61,- miliar pada Juni 2024 atau kenaikannya secara relatif mencapai 0,44 persen. Proporsinya terhadap pagu sebesar Rp20.442,8,- mencapai 29,73 persen. Realisasi Belanja Daerah mencapai Rp7,408,76,- miliar atau proporsinya terhadap total belanja mencapai 27,40 persen dari pagu Belanja Daerah sebesar Rp26.652,32,- miliar dan pertumbuhannya relatif mencapai 0,66 persen dari Rp6,849,75,- pada Juni 2024. Realisasi tertinggi dalam komponen Belanja Daerah adalah Belanja Pegawai mencapai Rp4,205,09,- miliar atau proporsinya mencapai 38,03 persen dari pagu Belanja Pegawai sebesar Rp11.057,66,- miliar dan pertumbuhannya mencapai 0,98 persen dari realisasi Tahun 2024 sebesar Rp3,741,46,-. Realisasi komponen dalam Belanja Daerah terbesar kedua adalah Belanja Barang dan Jasa mencapai Rp1,522,89,- miliar atau proporsinya mencapai 20,48 persen dari pagu Rp7.435,41,- miliar dan pertumbuhannya relatif mencapai 0,76 persen terhadap realisasi sebesar Rp1,390,22,- miliar pada Juni 2024. Komponen Pembiayaan mencapai Rp926,91,- pada Juni 2025 atau proporsinya mencapai 97,95 persen dari pagu sebesar Rp946,34,- miliar. Pembiayaan tersebut meningkat dari Rp48,85,- miliar pada Juni 2024 menjadi Rp926,91,- miliar atau mengalami kenaikan secara relatif sebesar 27,80 persen. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) mencapai Rp1,172,01,- miliar pada Juni 2025 atau proporsinya mencapai 0,00 persen.

*) Guru Besar Bidang Ekonomi Internasional FEB-Untad & Local Expert Sulteng-Regional Expert Sulawesi Kemenkeu R.I

Apa Reaksimu?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow