"Kampanye Temukan Obati Sampai Sembuh (TOSS) TBC: Langkah Menuju Desa Bebas Tuberkulosis"
TUBERKULOSIS (TBC) masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Data dari Global Tuberculosis Report 2024 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus TBC tertinggi kedua di dunia, setelah India. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan TBC memerlukan strategi yang lebih komprehensif dan menyentuh langsung akar permasalahan di tingkat masyarakat. Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah melalui kampanye Temukan, Obati Sampai Sembuh (TOSS). Kampanye ini bukan sekadar jargon, tetapi gerakan aktif yang mengedepankan pelibatan masyarakat dalam mendeteksi dini kasus TBC, mendorong kepatuhan pengobatan, dan membangun kesadaran kolektif untuk mencegah penularan.
Oleh: Dafrosia Darmi Manggasa*
TUBERKULOSIS (TBC) masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Data dari Global Tuberculosis Report 2024 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus TBC tertinggi kedua di dunia, setelah India. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan TBC memerlukan strategi yang lebih komprehensif dan menyentuh langsung akar permasalahan di tingkat masyarakat. Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah melalui kampanye Temukan, Obati Sampai Sembuh (TOSS). Kampanye ini bukan sekadar jargon, tetapi gerakan aktif yang mengedepankan pelibatan masyarakat dalam mendeteksi dini kasus TBC, mendorong kepatuhan pengobatan, dan membangun kesadaran kolektif untuk mencegah penularan.
Melalui program pengabdian kepada masyarakat (pengabmas), Poltekkes Kemenkes Palu hadir melalui pendekatan kampanye TOSS diperkuat dengan edukasi dan pemberdayaan
masyarakat desa. Pemberdayaan ini mencakup edukasi tentang TBC dan membangkitkan semangat untuk menggencarkan gerakan TOSS TBC. Pendekatan ini menjadikan masyarakat
bukan hanya sebagai objek penerima informasi, tetapi sebagai subjek yang aktif menjaga kesehatan komunitasnya. Dalam praktiknya, kader TOSS dilatih untuk melakukan kunjungan rumah, mengenali gejala klinis TBC, dan mendorong warga yang berisiko untuk melakukan pemeriksaan dahak di Puskesmas. Selain itu, mereka juga mendampingi pasien TBC dalam menjalani pengobatan hingga tuntas, mengingat proses pengobatan TBC memerlukan kedisiplinan tinggi selama minimal enam bulan.
Tujuan jangka panjang dari kampanye TOSS adalah mewujudkan Desa Bebas Tuberkulosis. Konsep ini tidak hanya berbicara soal minimnya angka kasus, tetapi juga menandai terbentuknya desa yang memiliki kesadaran, kapasitas, dan sistem sosial yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan TBC. Desa bebas TBC adalah desa yang memiliki kader aktif, dukungan pemerintah desa, keterlibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta kerja sama lintas sektor. Dalam kerangka ini, keberhasilan kampanye TOSS tidak bisa dilepaskan dari sinergi antara tenaga kesehatan, akademisi, aparat desa, dan tentunya masyarakat itu sendiri.
Namun demikian, upaya ini bukan tanpa tantangan. Stigma terhadap penderita TBC masih menjadi penghalang besar dalam proses deteksi dan pengobatan. Banyak pasien yang enggan memeriksakan diri atau bahkan menyembunyikan kondisinya karena takut dikucilkan.
Oleh karena itu, komitmen semua pihak menjadi kunci. Mendukung kader desa dengan pelatihan berkelanjutan, dan medukung pasien yang menjalani pengobatan. Di sisi lain, masyarakat harus terus diberi pemahaman bahwa TBC adalah penyakit yang bisa disembuhkan dan bukan sesuatu yang harus ditakuti apalagi disembunyikan. Kampanye TOSS TBC adalah langkah strategis menuju desa yang sehat dan bebas dari tuberkulosis.
Melalui pemberdayaan masyarakat, kita sedang membangun fondasi sosial yang kuat untuk memutus rantai penularan TBC dari tingkat paling dasar: rumah dan lingkungan sekitar. Desa bebas TBC bukan lagi mimpi. Dengan kolaborasi dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, langkah menuju Indonesia bebas TBC bisa kita capai bersama.
*) Penulis adalah Dosen Poltekkes Kemenkes Palu.
Apa Reaksimu?






